Hubungan Antara Pancasila Dengan UUD 1945 Dan Amandemennya
Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
dari Mata Kuliah Isu-Isu Ham dan Demokrasi pada Program
Pascasarjana Jurusan Pendidikan IPS
Dosen : Prof. Dr. Sc. H. M. Ahman Sya, Drs, M.Pd,
M.Sc
Disusun Oleh :
Lan Lan Risdiana
12870037
PROGRAM PASCASARJANA JURUSAN
PENDIDIKAN IPS
STKIP
PASUNDAN CIMAHI
2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukurkami panjatkan
kehadirat Allah SWT karena
berkat taufik dan hidayahnya akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan
makalah yang berjudul “Hubungan
Antara UUD 1945 Dan pancasila Dan Amandemen” dengan baik dan lancar
Makalah ini
disusun untuk memenuhi salah
satu tugas dari mata kuliah Isu-Isu Ham dan Demokrasi pada Program Pascasarjana Jurusan
Pendidikan IPS STKIP Pasundan Cimahi.
Kami menyadari bahwa makalah ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dari
berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka, atas
selesainya penyusunan makalah ini kami ucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu, diantaranya:
a. Prof.
Dr. Sc. H. M. Ahman Sya, Drs, M.Pd, M.Sc selaku dosen mata kuliah Isu-isu
Ham dan Demokrasi
b.
Orang tua
c.
Rekan-rekan
Kami menyadari bahwa keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan, telah menjauhkan makalah ini dari kesempurnaan. Untuk itu sumbang
saran serta kritik yang membangun dari para pembaca senantiasa kami harapkan.
Akhirnya
besar harapan kami, makalah ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang
bergerak dari dunia pendidikan pada umumnya
Cimahi, Januari
2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Desakan untuk mengubah UUD 1945 semakin menguat
selama masa kemelut politik dan krisis kepercayaan yang meledak karena dipicu
oleh krisis moneter tahun 1997. Luas dan dalamnya krisis yang terjadi waktu itu
telah lebih menampakkan kelemahan sistemik UUD 1945 yang asli, yang telah
menyebabkannya tidak mampu memberi jalan keluar mengatasi keadaan. Pada dasarnya,
ketidakmampuan itu bukanlah sekedar karena kesalahan kebijakan Pemerintah dan
ketidakmampuan Presiden serta pejabat pemerintahan lainnya atau karena
kurangnya “semangat para penyelenggara negara” waktu itu. Pemerintahan masa itu
tidak mempunyai satu faktor penting untuk dapat mengatasi keadaan, yakni tidak
adanya dukungan dan kepercayaan masyarakat luas.
Sistem MPR yang berlaku masa itu, di mana MPR
adalah pelaksana tertinggi kedaulatan rakyat, pemegang kekuasaan tertinggi dan
Presiden sebagai pelaksana kekuasaan tertinggi di bawah dan bertanggung jawab
kepada (untergerordnet) MPR, tidak memberikan pilihan lain kepada Presiden
Suharto kecuali harus melakukan rekayasa untuk menguasai MPR. Sebab, bila MPR
tidak dikuasai, pemerintahan akan labil. Sistem MPR hanya akan stabil, tetapi
sekaligus otoriter, hanya apabila ada satu partai politik yang menguasai MPR,
seperti maksud pendirian PNI (bukan PNI 1926) sebagai Partai Pelopor, untuk
menjadi satu-satunya partai di masa awal kemerdekaan4, atau bila hanya ada satu
kekuatan politik dominan, seperti GOLKAR. Gagasan membentuk partai negara itu
ditentang oleh Sekutu, yang baru memenangkan PD II, karena menilai bahwa
gagasan itu berasal dari pemikiran facisme militer Jepang5.
Sistem MPR dirancang sesuai dengan alam pikiran
dari konsepsi persatuan pimpinan dan rakyat dan prinsip persatuan dalam negara
(das Ganze der politischen Einheit des Volkes), sebuah aliran pikiran
nasional-sosialis, yang menurut Prof. DR. Supomo sesuai dengan masyarakat
Indonesia. Beliau menamakan aliran itu paham integralistik-totaliter: Presiden
adalah Bapak bangsa, pemimpin sejati, penunjuk jalan ke arah cita-cita luhur
(prinsip Fuhrung sebagai Kernbegriff–ein totaler Fuhrerstaat). Dengan demikian,
nilai-nilai yang terkandung di dalam Pembukaan telah dieksplisitasikan ke dalam
pasal dan ayat, dan juga ke dalam Penjelasan UUD 1945, dengan menggunakan cara
pandang (world view) yang populer pada masa menjelang PD II, yaitu paham
intregralistik-totaliter.
Presiden Suharto berhasil merekayasa sistem MPR
dengan membentuk kekuatan 3-jalur, ABRI-GOLKAR-KORPRI yang menguasai MPR dan
Pak Harto sendiri adalah pemimpin ke-3 jalur itu, yaitu sebagai Panglima
Tertinggi ABRI, Ketua Dewan Pembina GOLKAR dan Kepala Pemerintahan. Dengan
demikian, walau Presiden bertunduk dan bertanggung jawab pada MPR namun pada
hakekatnya Presiden (Suharto) yang mengendalikan MPR. Dengan konstruksi
demikian Pak Harto berhasil mengokohkan kekuasaannya selama lebih dari 30 tahun
dan berhasil membawa banyak kemajuan dalam pembangunan. Tetapi sejalan dengan
itu harga yang sudah dibayar untuk konstruksi demikian juga sangat mahal.
Hilangnya kontrol dan hilangnya kebebasan, termasuk kebebasan pers, dan
kenyataan bahwa kekuasaan itu tamak (power tends to corrupt), telah melahirkan
banyak penyimpangan yang pada gilirannya telah menghilangkan dukungan yang
ikhlas (genuine) dan kepercayaan rakyat pada kepemimpinan beliau. Dari sisi
lain, Pak Harto bisa juga dianggap korban dan sekaligus penikmat sistem itu.
Apabila partai banyak, apalagi bila tidak ada partai dominan, dan karenanya
Presiden tidak bisa menguasai MPR, seperti yang terjadi pada era Pak Habibie
dan Gus Dur, maka sistem MPR itu akan merupakan sistem parlementer yang paling
buruk. Dengan mudah dan sebentar saja baik Habibibe maupun Gus Dur dapat
diturunkan dari jabatannya. Kelemahan sistemik ini mengakibatkan UUD 1945 yang
asli tidak memberikan pilihan dan jalan keluar yang baik untuk mengatasi
keadaan.
Dunia, terutama selama dua dekade terakhir,
berubah dengan cepat. Kemajuan teknologi, khususnya IT (information and
telecommunication) dan transportasi, bagaikan revolusi yang mendesakkan
perubahan yang melanda seluruh dunia. Informasi dengan cepat menyebar dan dapat
merasuk kemana saja. Dalam hitungan menit, modal misalnya berpindah dari satu
tempat ke tempat lain. Disukai atau tidak, perkembangan ini telah semakin
memperkokoh kedudukan pasar sebagai sentral kegiatan yang memberi dorongan kuat
pada kreatifitas dan inovasi. Negara-negara komunis, Cina dan Vietnam dan Laos,
begitu pula negara sosialis-hijau (green socialism) seperti Lybia, atau negara
non/semi demokratis lainnya, telah menerapkan politik ekonomi pasar untuk
menakik kemajuan dunia guna membangun negeri dan mensejahterakan (fisik)
rakyat. Paham sentralisasi untuk sebagian telah ditinggalkan. Tetapi kekuasaan
politik tetap dimonopoli oleh partai tunggal/partai dominan, walau pembicaraan
tentang perlunya demokrasi untuk Cina, but not now, telah mulai diperdengarkan
oleh para pemimpinnya. Sementara kaum terdidik negeri itu juga mulai
memperdengarkan pendapatnya yang sering berbeda dengan pendapat resmi negara.
Mereka yang menginginkan memperoleh kesejahteraan yang tidak hanya
materil-ekonomi saja semakin banyak bersuara, semakin banyak jumlahnya, dan
semakin berani. Lambat atau cepat negara-negara itu akan berhadapan dengan
tekanan reformasi, dengan tuntutan warganya untuk didengar, untuk turut
berpartisipasi, untuk diakui hak-hak dasarnya sebagai manusia. Bila saat itu
tiba, bila tekanan itu telah menggumpal makin besar dan kuat, tidak
terbayangkan rumitnya tantangan yang harus diatasi. Apalagi kalau tekanan itu
akhirnya meletus. Sejarah mengatakan, baik pada era perubahan monarki absolut
menjadi monarki demokratis di Eropa pada abad-abad lalu, maupun perubahan di
Jerman dan Jepang (melalui kekalahan dalam PD II), di Korea Selatan (era Park
Chung-hee), di Taiwan, di Uni Soviet, Cekoslowakia, Yugoslavia, harga perubahan
itu amat mahal, dan tidak hanya materil. Bahkan di 3 negara terakhir harga
perubahan harus dibayar dengan berakhirnya eksistensi negara-negara tersebut
dan terpecah-belah menjadi banyak negara baru.
Menghadapi perubahan tantangan yang demikian
keras dan mendasar, dan agar tetap mampu melangkah maju, setiap bangsa haruslah
berusaha melengkapi diri dengan sistem yang dapat membangun kepercayaan dan
dukungan rakyatnya. UUD 1945 perlu diperbaiki, agar tujuan merdeka, seperti
yang termaktub dalam Pembukaan, dapat diwujudkan melalui struktur dan prosedur
bernegara yang lebih handal, yaitu melalui perubahan pasal dan ayatnya.
Perubahan mana pada hakekatnya serupa dengan pengembangan organisasi
(organizational development) biasa yang harus dilakukan manakala suatu
organisasi ingin tujuannya tercapai sementara lingkungan telah berubah. Yang
penting adalah kearifan untuk taat asas pada tujuan awal dalam situasi dan
kondisi yang berubah. Nilai-nilai dalam Pembukaan, yang intinya adalah
sila-sila Pancasila, harus diterjemahkan dan dieksplisitasikan dengan
menggunakan cara pandang demokrasi berkedaulatan rakyat ke dalam struktur dan
prosedur bernegara sebagaimana dirumuskan ke dalam pasal dan ayat UUD.
Dengan demikian proses reformasi kita mempunyai
tujuan untuk membangun kehidupan berdemokrasi dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasar Pancasila yang adil dan makmur.
1.2 Rumusan
Masalah
Permasalahan pada penyusunan makalah ini adalah
sebagai berikut:
a. Hubungan pancasila dengan UUD ‘45
b. Hubungan antara UUD 1945 dan pancasila dalam
hubungannya dengan amandemen.
c. Tujuan diadakannya amandemen.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini tidak lain untuk:
a. Mendeskripsikan
Pancasila dan UUD 1945
b. Mengetahui hubungan pancasila dan UUD ‘45 dalam
amandemen yang terjadi di Indonesia
c. Menambah wawasan kita seputar Pancasila dan UUD
‘45
BAB II
PENGERTIAN
2.1 Pancasila
Pancasila adalah ideologi bangsa dan dasar
negara Indonesia, oleh karenanya merupakan landasan idiil bagi sistem
pemerintahan dan landasan etis-moral bagi kehidupan berbangsa, bernegara serta
bermasyarakat. Pancasila juga bukan hanya merupakan pandangan hidup, melainkan
juga alat pemersatu bangsa.
2.1.1 Beberapa Pengertian Pancasila
Pancasila secara kronologis baik menyangkut
rumusan maupun peristilahannya, maka pengertian Pancasila tersebut meliputi
lingkup pengertian.
2.1.1.1 Pengertian Pancasila secara Etimologis
Secara etimologis “Pancasila” berasal dari
Sansekerta dari India (Bahasa Kasta Brahmana), bahasa rakyat biasa adalah
bahasa Prakerta.
Menurut Muhammad Yamin : Pancasila” memiliki 2
macam arti secara leksikal
“Panca”
arinya lima
“Syila”
vocal i pendek artinya” satu sendi,” “alas”, atau “dasar”.
“Syila”
Vokal i Panjang artinya “Peraturan tingakah laku yang baik, yang penting atu
yang senonoh”.
Perkataan Pancasila mula-mula terdapat dalam
kepustakaan Budha di India pada kitab Suci Tri Pitaka yang terdiri dari 3 macam
buku besar : Suttha Pitaka, Abhidama Pitaka dan Vinaya Pitka.
2.1.1.2 Pengertian Pancasila secara Historis
Proses Perumusan Pancasila diawali dalam siding
BPUPKI I dr. Radjiman Widyadiningrat, tiga orang pembicara yaitu Muhammad Yamin,
Soepomo dan Soekarno.
Tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno memberi nama
Pancasila yang artinya 5 dasar pada pidatonya dan tanggal 17 Agustus 1945
memproklamasikan kemerdekaan, 18 Agustus dimana termuat isi rumusan 5 prinsip
dasar negara yang diberi nama Pancasila, sejak itulah istilah Pancasila menjadi
B. Indonesia dan istilah umum.
2.1.1.3 Pengertian Pancasila Secara Terminologis
Pada sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 telah
berhasil mengesahkan UUD negara RI yang dikenal dengan UUD 1945. adapun UUD 1945
terdiri dari 2 bagian yaitu pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal UUD 1945 yang
berisi 37 pasal 1 aturan peradilan yang terdiri atas 4 pasal dan 1 aturan
tambahan terdiri atas 2 ayat.
2.1.2 Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia
Pancasila digunakan sebagai petunjuk dalam
menjalankan aktivitas dan kehidupan di dalam segala bidang. Dengan kata lain
semua tingkah laku dan perbuatan setiap manusia Indonesia harus sesuai dengan
sila-sila Pancasila.
2.1.3 Pancasila sebagai jiwa dan kepribadian bangsa
Pancasila sudah menjadi jiwa setiap rakyat
Indonesia dan telah menjadi ciri khas bangsa Indonesia dalam sikap, tingkah
laku, dan perbuatan.
2.1.4 Pancasila sebagai dasar Negara
Pancasila digunakan sebagai dasar mengatur
pemerintahan Negara atau dasar mengatur penyelenggaraan Negara.
Menurut Prof. Dr. Notonegoro, SH. ; Pancasila
merupakan norma hukum pokok atau pokok kaidah fundamental dan memiliki
kedudukan yang tetap, kuat, dan tidak berubah. Pancasila juga memiliki kekuatan
yang mengikat secara hukum.Penegasannya tercantum dalam:
a.
Pembukaan
UUD 1945 alinea IV
b.
Tap MPR
No.XVII/MPR/1998
c.
Tap MPR
No.II/MPR/2000
2.1.5 Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia
Pancasila merupakan dasar filsafat negara dan
ideologi negara. Yang kemudian dipergunakan sebagai dasar untuk mengatur
pemerintahan dan mengatur penyelenggaraan negara.
2.1.6 Pancasila sebagai sumber dari segala sumber
hukum negara Indonesia
Merupakan fungsi Pancasila dilihat secara
yuridis ketatanegaraan. Tap MPR No. III/MPR/2000 mengatur tentang Sumber Hukum
dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.
2.1.7 Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa
Indonesia
Pancasila disahkan bersama-sama dengan
disahkannya UUD 1945 oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. PPKI merupakan
wakil dari seluruh rakyat Indonesia yang mengesahkan perjanjian luhur tersebut.
2.1.8 Pancasila sebagai cita-cita bangsa Indonesia
Cita-cita luhur bangsa Indonesia tegas termuat
dalam Pembukaan UUD 1945 karena Pembukaan UUD 1945 merupakan perjuangan jiwa
proklamasi, yaitu jiwa Pancasila. Dengan demikian Pancasila merupakan tujuan
dan cita-cita bangsa Indonesia.
2.2 UUD 1945
Konstitusi atau Undang Undang Dasar sebuah
negara diartikan sebagai suatu bentuk pengaturan tentang berbagai aspek yang
mendasar dalam sebuah Negara, baik aspek hukum maupun aspek lainnya yang
merupakan kespakatan masyarakat untuk diatur. Aspek lain dalam pengertian ini
dapat berupa aspek social maupun aspek filosofis dalam arti asas-asas yang
didasarkan pada alasan-alasan tertentu.
KC Wheare, mengartikan konstitusi sebagai
keseluruhan system ketatanegaraan dari suatu Negara berupa kumpulan
peraturan-peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah dalam pemerintahan
suatu Negara. Peraturan disini merupakan gabungan antara ketentuan-ketentuan
yang memiliki sifat hukum (legal) dan yang tidak memiliki sifat hukum (non
legal). Berdasarkan pengertian ini, konstitusi merupakan bentuk pengaturan
tentang berbagai aspek yang mendasar dalam sebuah Negara, baik aspek hukum
maupun aspek lainnya yang merupakan kespakatan masyarakat untuk diatur. Aspek
lain dalam pengertian ini dapat berupa aspek social maupun aspek filosofis
dalam arti asas-asas yang didasarkan pada alasan-alasan tertentu.
C.F. Strong mengatakan bahwa konstitusi memiliki
kedudukan sebagai aturan main bagi rakyat untuk konsolidasi posisi politik dan
hukum, untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mewujudkan tujuannya dalam
bentuk Negara.
James Bryce mendefinisikan konstitusi sebagai
suatu kerangka masyarakat politik (Negara) yang diorganisir dengan dan melalui
hukum. Dengan kata lain, hukum menetapkan adanya lembaga-lembaga permanent
dengan fungsi yang telah diakui dan hak-hak yang telah ditetapkan. Konstitusi
dapat pula dikatakan sebagai kumpulan-kumpulan prinsip yang mengatur kekuasaan
pemerintah, hak pihak yang diperintah (rakyat) dan hubungan diantara keduanya.
Konstitusi bisa berupa sebuah catatn tertulis; konstitusi dapat diketemukan
dalam bentuk dokumen yang bisa diubah atau diamandemen menurut kebutuhan dan
perkembangan zaman atau konstitusi dapat juga berwujud sekumpulan hukum
terpisah dan memiliki otoritas khusus sebagai hukum konstitusi.
2.3 Amandemen UUD 1945
Secara estimologis, amandemen berasal dari
Bahasa Inggris: to amend diartikan sebagai to make better, to remove the
faults. Selanjutnya amandement diartikan sebagai a change for the better; a
correction of error, faults etc. Sementara itu, dalam istilah pengertian
ketatanegaraan (US Convention) amendment adalah an addition to, or a change of
a constitution or an organic act which is a pendent to the document rather than
intercalated in the text (Smith and Zurcher 1966:14). Menurut Sujatmiko,
amandemen yang pokok itu tidak serampangan dan merupakan hal yang serius.
Tujuan dari amandemen UUD 1945 adalah untuk
menyempurnakan UUD yang sudah ada agar tetap sesuai dengan perkembangan zaman.
Adapun amandemen yang dilakukan bertujuan untuk membawa bangsa ini menuju
perubahan yang lebih baik lagi di berbagai bidang dengan senantiasa selalu
memperhatikan kepentingan rakyat.
Salah satu hal yang mendasari amandemen UUD 1945
adalah semangat untuk membatasi kekuasaan eksekutif dan memberdayakan DPR.
Melalui amandemen pertama (1999), kekuasaan presiden dipangkas dan kekuasaan
DPR ditambah. Kewenangan legislasi yang dimiliki presiden dalam Pasal 21 telah
diubah sehingga presiden hanya mempunyai hak untuk mengajukan RUU. Sementara
dalam UUD 1945 versi asli dinyatakan bahwa, “Presiden memegang kekuasaan
membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR”. Selain itu, masa jabatan
presiden dibatasi secara tegas. Hak diplomatik presiden, seperti mengangkat
duta besar, konsul, dan menerima duta dari negara lain dilakukan dengan
memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13 ayat 2 Amandemen I).
2.4 Hubungan Pancasila dengan UUD 1945
Pancasila dasar negara kita dirumuskan dari
nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia yang berasal dari pandangan hidup
bangsa yang merupakan kepribadian, bangsa perjanjian luhur serta tujuan yang
hendak diwujudkan. Karena itu pancasila di jadikan idiologi negara.Pancasila merupakan
kesadaran cita-cita hukum serta cita-cita moral luhur yang memiliki suasana
kejiwaan serta watak bangsa Indonesia, melandasi prolamasi kemerdekaan RI 17
Agustus 1945.
Menurut penjelasan UUD 1945 pokok-pokok pikiran
tersebut meliputi suasana kebatinan dari undang-undang negara Indonesia, dan
mewujudkan cita-cita hukum (Rechtsidee) yang menguasai hukum negara baik hukum
yang tertulis maupun tidak tertulis. Pokok-pokok pikiran itu dijelmakan dalam
pasal-pasal dan UUD itu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa suasana
kebatianan UUD1945 dan cita-cita hukum UUD 1945 tidak lain adalah bersumber
kepada atau dijiwai dasar falsafah negara pancasila. Disinilah arti dan fungsi
Pancasila sebagai dasar Negara.
Atau dengan kata lain bahwa pembukaan UUD 1945
yang membuat dasar falsafah negara pancasila, merupakan satu kesatuan nilai dan
norma yang terpadu yang tidak dapat dipisahkan dengan rangkaian pasal-pasal dan
batang tubuh UUD 1945. hal inilah yang harus kita ketahui, dipahami dan dihayati
oleh setiap orang Indonesia.
Jadi pancasila itu disamping termuat dalam
pembukaan UUD 1945 (rumusannya dan pokok-pokok pikiran yang terkandung
didalamnya) dijabarkan secara pokok dalam wujud pasal-pasal batang tubuh UUD
1945.
Jadi pancasila adalah jiwa, ini sumber dan landasan
UUD 1945. secara teknis dapat dikatakan bahwa pokok-pokok pikiran yang terdapat
dalam pembukaanUUD 1945 adalah garis besar cita- yang terkandung dalam
pancasila. Batang tubuh UUD 1945 merupakan pokok-pokok nilai-nilai pnacasila
yang disusun dalam pasal-pasal.
Kedua bagian (kompenan) UUD 1945 tersebut
dijelaskan dalam penjelasan otentik Seperti telah dikemukakan bahwa yang
dimaksud dengan undang-undang dasar adalah hukum dasar yang tertulis.hal ini
mengandung pengertian bahwa sebagai hukum,maka undang-undang dasar adalah
mengikat perintah,mengikat tembaga negara dan lembaga masyarakat dan juga
mengikat semua negara Indonesia dimana saja dan setiap penduduk warga
Indonesia.dan sebagai hukum,maka undang-undang dasar berisi
norma-norma,aturan-aturan atau ketentuan-ketantuan yang harus dilaksanakan dan
ditaati.
Dalam kedudukan yang demikianlah,UUD dalam
kerangka tata urutan atau tata tingkatan norma hukum yang berlaku,merupakan
hukum yang berlaku yang menempati kedudukan yang tinggi.sehubungan dengan undang-undang
dasar juga berfungsi sebagai alat control untuk mengecek apakah norma hukum
yang sedah yang berlaku sesuai atau tidak dengan ketentuan undang-undang dasar.
Selain dari apa yang diuraikan dimuka dan sesuai
pula dengan penjelasan undang-undang dasar 1945, pembukaan undang-undang dasar
1945 mempuyai fungsi atau hubungan langsung dengan batang tubuh undang-undang
dasar1945 itu sendiri.ialah bahwa pembukaan undang-undang dasar 1945mengandung
pokok-pokok pikiran itu diciptakan oleh undang-undang dasar 1945 dalam
pasal-pasalnya.
Dengan tetap menyadari keagungan nilai-nilai
yang terkandung dalam pancasila dan dengan memperhatikan hubungan dengan batang
tubuh UUD yang memuat dasar falsafah negara pancasal dan UUD 1945 merupakan
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan bahkan merupakan rangkaian kesatuan nilai
dan norma yang terpadu. UUD 1945 terdiri dari rangkaian pasal-pasal yang
merupakan perwujudan dari pokok-pokok pikiranterkandung dalam UUD1945 yang
tidak lain adlah pokok pikiran: persatuan Indonesia, keadilan sosial,
kedaulatan rakyat berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan
dan ketuhanan Yang Maha Esa menurut kemanusiaan yang adil dan beradab, yang
tidak lainadalah sila dari pancasila, sedangkan pancasila itu sendiri
memancarkan nilai-nilai luhur yang telah mampu memberikan semangat kepada dan
terpancang dengan khidmat dalam perangkat UUD 1945. semangat dan yang
disemangati pada hakikatnya merupakan satu rangkaian kesatuan yang yidak dapat
dipisahkan.
Sifatnya aturan itu makin baik. Jadi kita harus
menjadi supaya sistem Undang-Undang dasar jangan sampai ketinggalan zaman. Yang
penting dalam pemerintahan dan dalam hal hidupnya negara ialah semangat para
pemimpin pemerintahan. Yaitu semangat yang dinamis, positif dan konstuktif
seperti yang dikehendaki oleh pembukaan UUD 1945.
2.5 Pancasila dan UUD 1945 dalam hubungannya dengan
amandemen.
Pancasila adalah dasar negara dan ideology yang
terlengkap. UUD 1945 merupakan sukber hukum tertinggi dan setiap produk hukum
seperti UU, peraturan atau keputusan presiden haruslah berlandaskan dan
bersumber pada pancasila sebagai dasar negara yang pada akhirnya dapat
dipertanggungjawabkan pada ketentuan-ketentuan UUD 1945 dalah kerangka tata
aturan/ tata tingkatan norma hukum yanh berlaku, jadi jiwa dan ruh, inti sumber
dan landasan UUD 1945 tak lain adalah Pancasila yang tersirat dan tersurat
dalam pembukaan UUD 1945 sebagai norma dasar dan dijabarkan dalam pasal-pasal
sehingga dalam mengamandemen UUD 1945 harus tetap bersumber dan tidak boleh
keluar dari Pancasila sebagai dasr negara dan ideology bangsa.
Bagian UUD 1945 yang dapat diubah atau
diamandemen adalah Batang Tubuh (pasal dan penjelasan). Pembukaan UUD 1945
tidak dapat diubah, karena pembukaan UUD 1945 merupakan cita-cita hukum dan
cita-cita moral . selain itu juga pada pembukan UUD 1945 terdapat rumusan
Pancasila.
Dalam melakukan amandemen UUD 1945 merupakan hal
yang istimewa. Kenapa dikatakan istimewa? Hal ini dikarenakan UUD 1945
bersifat kaku (rigid). Namum kaku disini, bukan berarti tidak bisa dirubah/di
amandemen. Tetapi harus melalu prosedur yang khusus dan istimewa sebagaimana
tercantum dalam pasal 37 ayat 1-4.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah
dijawab pada bab sebelumnya, yakni bab pembahasan. Maka kami menyimpulkan:
a.
Pancasila
sebagai dasar negara dan ideologi bangsa merupakn sumber dan landasan dari
berbagai produk hukum termasuk UUD 1945
b.
Suasana
kebatianan UUD1945 dan cita-cita hukum UUD 1945 tidak lain adalah bersumber
kepada atau dijiwai dasar falsafah negara pancasila.
c.
Pancasila
itu sendiri memancarkan nilai-nilai luhur yang telah mampu memberikan semangat
kepada dan terpancang dengan khidmat dalam perangkat UUD 1945.
d.
Dalam
melakukan amandemen terhadap UUD 1945 harus sesuai dan berdasar pada pancasila
e.
Bagian UUD
1945 yang dapat diamandemen adalah bagian Batang Tubuh.
f.
Tata cara
pengamandemenan UUD 1945 tertuang dalam pasal 37 ayat 1-4.
g.
Tujuan dari
amandemen UUD 1945 adalah untuk menyempurnakan UUD yang sudah ada agar tetap
sesuai dengan perkembangan zaman.
3.2
Saran
Untuk dapat mencapai suatu tujuan yang sama,
yaitu menjunjung tinggi dan menerapkan nilai-nilai luhur pancasila di segala
bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Maka , “marilah
bersama-sama memahami mendalami ajaran pancasila secara menyeluruh supaya kita
paham dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, dengan tujuan
dapat mengurangi sedikit demi sedikit hal hal yang dapat mengancam dan
membahayakan pancasila yang tidak hanya datang dari luar tetapi juga dari
dalam, terlebih lagi di era globalisasi sekarang ini.
Amandemen dirasakan perlu, karena makna dan isi
dari UUD 45 itu sendiri agar bisa sesuai dengan perkembangan zaman. Dan selain
itu juga agar UUD 45 dapat terus dijadikan sebagai sumber hukum tertinggi di
Indonesia.
No comments:
Post a Comment