SUKU DAN BUDAYA SUNDA
MAKALAH
Diajukan untuk
Memenuhi Salah Satu Tugas dari Mata Kuliah Budaya Sunda Pada
Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen :
Drs. Djuherman M. Pd
Disusun Oleh :
Nama : Lan Lan Risdiana
NPM : 01020201080192
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SURYAKANCANA
CIANJUR
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara kepulauan
yang terdiri dari banyak pulau dan memiliki berbagai macam suku bangsa, bahasa,
adat istiadat atau yang sering kita sebut kebudayaan. Keanekaragaman budaya
yang terdapat di Indonesia merupakan suatu bukti bahwa Indonesia merupakan
negara yang kaya akan budaya.
Kebudayaan merupakan suatau kekayaan
yang sangat benilai karena selain merupakan ciri khas dari suatu daerah juga
mejadi lambang dari kepribadian suatu bangsa atau daerah. Karena kebudayaan
merupakan kekayaan serta ciri khas suatu daerah, maka menjaga, memelihara dan
melestarikan budaya merupakan kewajiban dari setiap individu, dengan kata lain
kebudayaan merupakan kekayaan yang harus dijaga dan dilestarikan oleh setiap suku
bangsa.
Kebudayaan Sunda termasuk salah satu
kebudayaan suku bangsa di Indonesia yang berusia tua. Bahkan, dibandingkan
dengan kebudayaan Jawa sekalipun, kebudayaan Sunda sebenarnya termasuk
kebudayaan yang berusia relatif lebih tua, setidaknya dalam hal pengenalan
terhadap budaya tulis. "Kegemilangan" kebudayaan Sunda di masa lalu, khususnya
semasa Kerajaan Tarumanegara dan Kerajaan Sunda, dalam perkembangannya kemudian
seringkali dijadikan acuan dalam memetakan apa yang dinamakan kebudayaan Sunda.
Kebudayaan Sunda merupakan salah satu
kebudayaan yang menjadi sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia yang dalam
perkembangannya perlu dilestarikan. Kebudayaan- kebudayaan tersebut akan
dijabarkan sebagai berikut:
a. Sistem
kepercayaan
b. Sistem
mata pencaharian
c. Kesenian
d. Sistem
dan Organisasi Kemasyarakatan (Sistem kekerabatan)
e. Bahasa
f. Ilmu
pengetahuan dan teknologi
g. Adat
istiadat
Khusus mengenai sistem organisasi
kemasyarakatan (sistem kekerabatan) bahwa di suku sunda Sistem kekerabatannya adalah
bilateral, garis keturunan diperhitungkan menurut ayah dan ibu. Dalam
masyarakat Sunda tidak membedakan kerabat pihak laki-laki (Ayah) dengan pihak
perempuan (Ibu) dalam antropologi. System ini disebut Kendred.
1.2
Tujuan Penulisan
a. Untuk memenuhi salah satu tugas dari
mata kuliah Budaya Sunda pada semester 5 program studi Pendidikan
Kewarganegaraan.
b. Mendeskripsikan suku sunda beserta
dengan kebudayaannya.
c. Mendeskripsikan bagaimana sistem dan
organisasi kemasyarakatan masyarakat sunda.
1.3
Permasalahan
a. Bagaimana suku dan kebudayaan masyarakat
sunda?
b. Bagaimana sistem dan organisasi kemasyarakatan
masyarakat sunda yang meliputi sistem kekerabatan, sistem perkawinan, sistem
organisasi politik, sistem kepemudaan dan pemberdayaan perempuan, dan sistem
hukum suku sunda?
1.4 Manfaat
a.
Dunia
Pendidikan
Sebagai bahan bacaan dan wawasan untuk memperoleh
gambaran secara umum mengenai kebudayaan
dan sistem organisasi kemasyarakatan masyarakat sunda.
b.
Bagi Masyarakat
Bagi masyarakat dapat memberikan gambaran mengenai kebudayaan dan sistem organisasi kemasyarakatan
masyarakat sunda.
c.
Peneliti
Memperoleh
sejumlah tambahan pengetahuan mengenai
kebudayaan dan sistem organisasi kemasyarakatan masyarakat sunda. Sehingga
kelak memberikan wacana dan pengetahuan, sikap dan ketrampilan dalam dalam
melakukan penyusunan makalah.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1 Suku
Sunda dan Kebudayaan Sunda
2.1.1 Suku Sunda
Suku
sunda berdiam di wilayah Jawa Barat dengan luas 46.300 KM oleh karena itu
wilayah Jawa Barat sering disebut Tanah Pasundan atau Tatar Sunda. Jumlah
penduduknya mencapai 41,5 juta orang pada tahun 1998.
Suku Sunda adalah kelompok etnis yang
berasal dari bagian barat pulau Jawa, Indonesia, dari Ujung Kulon di ujung
barat pulau Jawa hingga sekitar Brebes (mencakup wilayah administrasi propinsi
Jawa Barat, Banten, sebagian DKI Jakarta, dan sebagian Jawa Tengah.
Pada tahun 1998, suku Sunda berjumlah
lebih kurang 33 juta jiwa, kebanyakan dari mereka hidup di Jawa Barat.
Diperkirakan 1 juta jiwa hidup di propinsi lain. Berdasarkan sensus tahun 1990
didapati bahwa Jawa Barat memiliki populasi terbesar dari seluruh propinsi yang
ada di Indonesia yaitu 35,3 juta orang. Demikian pula penduduk kota mencapai
34,51%, suatu jumlah yang cukup berarti yang dapat dijangkau dengan berbagai
media. Kendatipun demikian, suku Sunda adalah salah satu kelompok orang yang
paling kurang dikenal di dunia. Nama mereka sering dianggap sebagai orang Sudan
di Afrika dan salah dieja dalam ensiklopedi. Beberapa koreksi ejaan dalam
komputer juga mengubahnya menjadi Sudanese.
2.1.2 Kebudayaan Sunda
Kebudayaan Sunda termasuk salah satu
kebudayaan suku bangsa di Indonesia yang berusia tua. Bahkan, dibandingkan
dengan kebudayaan Jawa sekalipun, kebudayaan Sunda sebenarnya termasuk
kebudayaan yang berusia relatif lebih tua, setidaknya dalam hal pengenalan
terhadap budaya tulis. "Kegemilangan" kebudayaan Sunda di masa lalu,
khususnya semasa Kerajaan Tarumanegara dan Kerajaan Sunda, dalam
perkembangannya kemudian seringkali dijadikan acuan dalam memetakan apa yang
dinamakan kebudayaan Sunda.
Kebudayaan-
kebudayaan sunda tersebut lebih lengkap dijabarkan sebagai berikut:
a.
Sistem kepercayaan
b.
Sistem mata pencaharian
c.
Kesenian
d.
Sistem dan Organisasi Kemasyarakatan
(Sistem kekerabatan)
e.
Bahasa
f.
Ilmu pengetahuan dan teknologi
g.
Adat istiadat
2.2 Sistem dan Organisasi Kemasyarakatan Suku
Sunda
2.2.1 Sistem Kekerabatan Suku Sunda
Sistem kemasyarakatan orang sunda banyak
dipengaruhi oleh adat secara turun temurun dan oleh agama Islam yang telah lama
di peluk sejak abad ke 16 masehi. Dalam soal perkawinan misalnya di pasundan
dilaksanakan baik secara adat ataupun secara agama Islam. Dalam penyelenggaraan
perkawinan itu terdapat upacara-upacara adat yang bercampur dengan unsur-unsur
agama.
Mengenai
sistem kekerabatan suku sunda dapat dikatakan bahwa kekerabatan suku sunda
adalah sistem kekerabatan parental atau bilateral, yaitu mengikuti garis
keturunan kedua belah pihak orang tua. Berbeda dengan sistem kekerabatan orang
Minang dan Batak yang menganut sistem kekerabatan matriarchal dan patriarchal,
yaitu hanya memperhitungkan garis ibu saja dan garis keturunan bapak. Dimana
hak dan kedudukan anggota keluarga dari pihak ayah sama dengan hak dan
kedudukan anggota dari pihak itu.
Dilihat
dari sudut ego, orang Sunda mengenal istilah tujuh generasi keatas dan tujuh
generasi ke bawah, antara lain yaitu :
a. Tujuh
generasi keatas :
a.
Kolot
b.
Embah
c.
Buyut
d.
Bao
e.
Janggawareng
f.
Udeg-udeg
g.
Gantung siwur
b. Tujuh generasi kebawah :
a.
Anak
b.
Incu
c.
Buyut
d.
Bao
e.
Janggawareng
f.
Udeg-udeg
g.
Gantung siwur
2.2.2 Sistem Perkawinan Suku Sunda
Orang
sunda memandang perkawinan sebagai peristiwa penting dalam kehidupan seseorang.
Umur yang paling baik menurut anggapan orang sunda untuk menikah ialah antara
16-20 tahun. Mereka berpendapat, bahwa perkawinan itu sakral atau suci dan
merupakan proses inisiasi dari siklus kehidupan manusia, dimana seseorang yang
berbeda dalam fase kehidupan remaja meningkat kepada fase kehidupan dewasa.
Seseorang yang akan melaksanakan perkawinan tentu mendapat perhatian dari
masyarakat lingkungannya, lebih-lebih dari keluarganya sendiri. Perkawinan
bukan lagi dianggap sebagai ikatan antara dua individu yang berlawanan jenis,
akan tetapi merupakan ikatan antara dua keluarga suami istri.
Masyarakat
Sunda mempunyai kebebasan untuk memilih jodohnya, namun terdapat larangan
menikah dengan sesama keluarga batih, selain itu dianjurkan untuk tidak menikah
dengan saudara dekat, agar persaudaraan makin luas dan kalau ada penyakit tidak
diturunkan. Pepatah sunda mengatakan “lamun nyiar jodo kudu sawaja sabeusi”
artinya dalam mencari jodo harus sesuai dan cocok.
Pada
saat menikah, orang Sunda tidak ada keharusan menikah dengan keturunan tertentu
asal tidak melanggar ketentuan agama. Setelah menikah, pengantin baru bisa
tinggal ditempat kediaman istri atau suami, tetapi pada umumnya mereka memilih
tinggal ditempat baru atau neolokal
Bentuk terpenting dari keluarga sunda
adalah keluarga batin yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak yang
diperoleh dari perkawinan maupun yang diadopsi (anak angkat). Hubungan antara
sesama anggota keluarga batin ini sangat erat. Biasanya terdapat pula di
dalamnya mertua atau saudara-saudara yang lain dari pihak istri maupun suami.
Keluarga batin merupakan tempat yang paling aman bagi anggota-anggotanya di
tengah-tengah hubungan kekerabatan yang lebih besar dan di tengah-tengah
masyarakat.
Disamping keluarga batin, terdapat
pula kelompok kerabat sekitar keluarga batin itu yang masih sadar akan hubungan
kekerabatanya, sehingga sering diundang pada perayaan penting seperti pada
waktu sunatan atau perkawinan. Di
desa-desa di suku sunda terdapat pembagian kerja yang lebih tegas antara
keluarga batin. Dimana istri mengurus rumah dan mempersiapkan makanan untuk
suami dan anak-anak. Kadang-kadang membantu suami bekerja di sawah dan ladang
mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang bisa dikerjakan oleh wanita seperti
tandur, ngaramet, menuai padi, atau mu’uhan yakni memasukan padi atau jagung
kedalam lubang tugal dan sebagainya. Sedangkan suami melakukan
pekerjaan-pekerjaan seperti mencangkul,
ngawuluku, membuat pagar atau membuat selokan.
Kadang-kadang ditemukan keluarga yang
lebih besar. Seorang suami mempunyai beberapa seorang istri yang dalam istilah
sunda disebut nyandung. Di sekitar keluarga batin, ada pula sekelompok kerabat
yang masih sadar akan kekerabatannya, disebut dengan istilah sunda dulur,
baraya deukeut, baraya jauh. Baraya deukeut datn baraya jauh yang biasaya
diorientasikan oleh seorang ego kepada nenek moyangnya yang jauh di masa lampau
disebut dengan istilah sunda “bondoroyot”.
Dalam
keluarga Sunda, ayah yang bertindak sebagai kepala keluarga. Ikatan
kekeluargaan yang kuat dan peranan agama Islam yang sangat mempengaruhi adat
istiadat mewarnai seluruh sendi kehidupan suku Sunda.Dalam suku Sunda dikenal
adanya pancakaki yaitu sebagai istilah-istilah untuk menunjukkan
hubungan kekerabatan. Dicontohkannya, pertama, saudara yang berhubungan
langsung, ke bawah, dan vertikal. Yaitu anak, incu (cucu), buyut
(piut), bao, canggahwareng atau janggawareng, udeg-udeg, kaitsiwur
atau gantungsiwur. Kedua, saudara yang berhubungan tidak langsung dan
horizontal seperti anak paman, bibi, atau uwak, anak saudara kakek atau nenek,
anak saudara piut. Ketiga, saudara yang berhubungan tidak langsung dan
langsung serta vertikal seperti keponakan anak kakak, keponakan anak adik, dan
seterusnya. Dalam bahasa Sunda dikenal pula kosa kata sajarah dan sarsilah
(salsilah, silsilah) yang maknanya kurang lebih sama dengan kosa kata sejarah
dan silsilah dalam bahasa Indonesia. Makna sajarah adalah susun
galur/garis keturunan.
Dalam
masyarakat sunda juga mengenal adanya pancakaki yang dalam bahasa
Indonesia mungkin agak sepadan
dengan silsilah, yakni kata yang digunakan untuk menunjukkan asal-usul nenek moyang beserta keturunannya. Akan tetapi, ada perbedaannya. Menurut Ajip Rosidi (1996),
pancakaki memiliki pengertian hubungan seseorang dengan seseorang yang
memastikan adanya tali keturunan atau persaudaraan. Namun, menjadi adat
istiadat dan kebiasaan yang penting dalam hidup urang Sunda, karena selain
menggambarkan sifat-sifat urang Sunda yang ingin selalu bersilaturahim, itu
juga merupakan kebutuhan untuk menentukan sebutan masing-masing pihak dalam
menggunakan bahasa Sunda. Sebab, pancakaki sebagai
produk kebudayaan Sunda diproduksi
karuhun Ki Sunda untuk menciptakan relasi sosial dan komunikasi interpersonal
yang harmonis dalam komunitas, salah satunya ajen-inajen berbahasa. Tidak
mungkin, jika kita tahu si A atau si B memiliki hubungan kekerabatan dengan
kita, dan lebih tua, kita mencla-mencle berbicara tak sopan. Jadi, dengan
ber-pancakaki sebetulnya kita (urang Sunda) tengah membina silaturahim dengan
setiap orang.
2.2.3 Sistem Organisasi Politik Suku Sunda
2.2.3 Sistem Organisasi Politik Suku Sunda
Seiring dengan keinginan untuk
mengadakan perbaikan dalam bidang sosial dan ekonomi, Paguyuban Pasundan merasa perlu
untuk turut berkecimpung dalam bidang politik untuk mencapai tujuan-tujuannya.
Untuk itu, sejak tahun 1919, seiring dengan dibentuknya Volksraad, dilakukan upaya untuk mendudukkan
wakilnya di lembaga tersebut. Selanjutnya dengan surat keputusan nomor 72,
tanggal 13 Juni 1919, pemerintah juga mengesahkan
Paguyuban Pasundan sebagai perkumpulan politik.
Sejak Desember 1927, Paguyuban Pasundan masuk menjadi
anggota PPPKI (Permoefakatan Perhimpoenan-perhimpoenan
Politik Kebangsaan Indonesia). Dengan bergabung dalam federasi
itu, paguyuban tidak lagi menjadi perkumpulan lokal dengan perhatian hanya pada
Pasundan atau Jawa Barat saja, tapi menjadi perkumpulan nasional dengan tujuan
bersama yaitu untuk mencapai kemerdekaan bangsa.
Kegiatan dalam bidang politik
semakin kuat saat kepemimpinan Oto Iskandar di Nata, yang dijuluki “Si Jalak Harupat”, seorang kelahiran Bojongsoang, Bandung tanggal 31 Maret 1897. Selain menjadi ketua Pengurus
Besar Paguyuban Pasundan, ia juga menjadi wakil organisasi tersebut di Volksraad mulai tahun 1931 sampai 1942.
2.2.4 Sistem
Kepemudaan dan Pemberdayaan Perempuan Suku Sunda
Untuk mengurus masalah pemberdayaan
perempuan, di dalam Paguyuban Pasundan didirikan Pasundan Istri (PASI).
Sedangkan dalam kepemudaan, pada bulan Desember 1934 didirikan JOP (Jeugd Organisatie
Pasoendan) dengan ketuanya yang pertama R. Adil Poeradiredja. Dalam kongresnya
yang pertama tahun 1935 kepanjangan JOP diganti menjadi
“Jasana Obor Pasundan”.
Saat suhu politik memanas menjelang Perang Pasifik, didirikan “JOP Brigade” untuk
menangkal kejadian-kejadian yang tidak dikehendaki. Beberapa tokoh, diantaranya
Jenderal A. H.
Nasution
turut menyokong, seperti dengan membantu latihan baris berbaris bagi JOP
Brigade.
2.2.5 Sistem Hukum Suku Sunda
Dalam kehidupan masyarakat sunda selain hukum positif
(hukum pemerintah) yang berkembang tetapi juga sistem hukum Islam. Namun dalam
kehidupan masyarakat sunda hukum yang paling dominan berlaku adalah hukum
islam.
BAB
III
PEMBAHASAN
Adapun kehidupan masyarakat sunda
pada saat ini berdasarkan hasil reverensi dari beberapa sumber buku, namun
kehidupan masyarakat sunda yang sebenarnya dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Sistem
kemasyarakatan orang sunda sekarang masih dipengaruhi oleh adat dan agama Islam
contoh dalam hal perkawinan misalnya di pasundan dilaksanakan baik secara adat
ataupun secara agama Islam. Namun dalam penyelenggaraan perkawinan itu upacara-upacara
adat masih ada tetapi sudh mulai masuk kebudayaan dari daerah barat. Contoh:
dulu pada waktu makan harus duduk (sila) tetapi sekarang duduk di kursi malahan
sudah ada juga yang makan sambil berdiri dan sambil berkomunikasi.
b. Dulu
orang sunda memandang perkawinan sebagai peristiwa penting dalam kehidupan
seseorang tetapi sekarang perkawinan sering di pandang sebelah mata artinya
perkawinan ditujukan hanya untuk kebahagiaan sesaat bahkan banyak ditemui bahwa
perkawinan hanya sebagai pemuas hawa nafsu saja.
c. Masyarakat Sunda mempunyai kebebasan
untuk memilih jodohnya tetapi kebudayaan tersebut sekarang sudah mulai bergeser
yaitu orang tua ikut campur dalam masalah penentuan jodoh anaknya.
d. Dulu
seorang istri mengurus rumah dan mempersiapkan makanan untuk suami dan
anak-anak. Kadang-kadang membantu suami bekerja di sawah dan ladang mengerjakan
pekerjaan-pekerjaan yang bisa dikerjakan oleh wanita seperti tandur, ngaramet,
menuai padi, atau mu’uhan Sedangkan suami melakukan pekerjaan-pekerjaan seperti mencangkul, ngawuluku, membuat pagar
atau membuat selokan. Tetapi sekarang istri telah banyak yang bekerja ke luar
negeri (TKW) dan sebaliknya seorang suami yang mengurusi rumah tangga dan
anak-anaknya.
e. Dulu
masyarakar sunda sangat menjunjung kekerabatan (kekeluargaan) tetapi sekarang
sudah muali tumbuh hidup secara mementingkan kepentingan golongan dan
kepentingan pribadi.
f. Mengenai
kelompok-kelompok bondoroyot masih berkembang buktinya banyak masyarakat sunda
yang sering melakukan jiarah-jiarah ke makam-makam.
g. Mengenai sistem kekerabatan suku
sunda yakni sistem kekerabatan parental atau bilateral, yaitu mengikuti garis
keturunan kedua belah pihak orang tua kebudayaan ini masih tetap berkembang.
h. Istilah tujuh generasi keatas dan
tujuh generasi ke bawah dalam masyarakat sunda, untuk kehidupan sekarang masih
berkembang tapi hampir sebagian besar tidak mengenal sampai gantung siwur
tetapi hanya mengenal sampai buyut saja.
i. Sistem
ayah yang bertindak sebagai kepala keluarga dan istilah pancakaki dalam
masyarakat sunda sampai saat ini masih berkembang.
Penyebab
utama yang menyebabkan adanya suatu pergesaran kebudayaan asli masyarakat sunda
dalam hal sistem organisasi kemasyarakatan masyarakat sunda adalah karena
kurangnya kesadaran dari seluruh masyarakat sunda untuk melestarikan dan
menjaga kebudayaan asli suku sunda terutama mengenai sistem organisasi
kemasyarakatan masyarakat sunda
Dampak
dari pergesaran kebudayaan sunda (sistem organisasi kemasyarakatan masyarakat
sunda) adalah semakin lama kebudayaan asli masyarakat sunda akan hilang dan
berubah menjadi kebudayaan yang brasal dari Era modern hasil dari arus
globalisasi yang semakin pesat.
Adapun
solusi yang hendak dilakukan adalah perlunya suatu upaya dari pemerintah
ataupun seluruh masyarakat sunda dalam rangka menjaga dan melestarikan
kebudayaan asli sunda (sistem organisasi kemasyarakatan masyarakat sunda) kepda
para remaja yang kan menjadi penerus dalam menjaga keutuhan kebudayaan asli
masyarakat sunda (sistem organisasi kemasyarakatan masyarakat sunda
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Suku Sunda adalah kelompok etnis yang
berasal dari bagian barat pulau Jawa, Indonesia, dari Ujung Kulon di ujung
barat pulau Jawa hingga sekitar Brebes (mencakup wilayah administrasi propinsi
Jawa Barat, Banten, sebagian DKI Jakarta, dan sebagian Jawa Tengah.
Kebudayaan Sunda termasuk salah satu
kebudayaan suku bangsa di Indonesia yang berusia tua. Bahkan, dibandingkan
dengan kebudayaan Jawa sekalipun, kebudayaan Sunda sebenarnya termasuk kebudayaan
yang berusia relatif lebih tua, setidaknya dalam hal pengenalan terhadap budaya
tulis.
Sistem kemasyarakatan orang sunda
banyak dipengaruhi oleh adat secara turun temurun dan oleh agama Islam yang
telah lama di peluk sejak abad ke 16 masehi. Dalam soal perkawinan misalnya di
pasundan dilaksanakan baik secara adat ataupun secara agama Islam.
Mengenai sistem kekerabatan suku sunda dapat dikatakan bahwa
kekerabatan suku sunda adalah sistem kekerabatan parental atau bilateral, yaitu
mengikuti garis keturunan kedua belh pihak orang tua Berbeda dengan sistem
kekerabatan orang Minang dan Batak yang menganut sistem kekerabatan matriarchal
dan patriarchal, yaitu hanya memperhitungkan garis ibu saja dan garis
keturunan bapak.
4.2 Saran
Budaya daerah terutama budaya sunda merupakan faktor utama berdirinya
kebudayaan nasional, maka segala sesuatu yang terjadi pada budaya daerah khususnya budaya sunda akan sangat mempengaruhi budaya
nasional. Atas dasar itulah, kita semua mempunyai kewajiban untuk menjaga, memelihara
dan melestarikan budaya baik budaya lokal atau budaya daerah maupun budaya
nasional, karena budaya merupakan bagian dari kepribadian bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Arsitektur tradisional daerah Jawa Barat.1984. Departemen Pendiidikan dan
Kebudayaan
http://rustandhie.blogspot.com/2008/11/kata-pengantar-seiring-dengan kemajuan.html. hari minggu jam 20.00
No comments:
Post a Comment