KAMPUNG NAGA
MAKALAH
Diajukan untuk
Memenuhi Salah Satu Tugas dari Mata Kuliah Budaya Sunda Pada Program Studi Pendidikan
Kewarganegaraan
Dosen Pembina : Drs. Djuherman M. Pd
Disusun Oleh :
Nama : Lan Lan Risdiana
NPM : 01020201080192
Tingkat : III A
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SURYAKANCANA
CIANJUR
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Sebenarnya
masyarakat Kampung Naga mempunyai salah satu falsafah untuk perlindungan budaya
yang diuakininya, yaitu ‘Alam jeung Jaman Kawulaan, Saur Elingkeun’. Dengan
mencermati dan menghayati falsafah itu, secara otomatis masyarakat adapt punya
rasa kesadaran serta tanggungjawab untuk menjalankan amanah yang diwariskan
leluhur.
Kampung
Naga sebagai sebuah enclave merupakan permukiman yang terletak di lembah subur
dengan lereng curam sebagai batas alam, di mana seratus dua belas bangunan
beratap ijuk berdiri teratur membentuk sebuah kampung tradisional di tatar
Sunda. Di balik keseragaman fisik arsitekturnya, permukiman keturunan Pangeran
Singaparana ini masih banyak mempertahankan nilai-nilai kehidupan masyarakat
tradisional yang dipegang teguh oleh masyarakatnya. Mereka bermukim sambil
mempertahankan tradisi leluhur dan mengadaptasikannya dengan pengaruh baru dari
nilai-nilai zaman modern.
Pada alam yang
puitik ini, Kampung Naga, kampung orang-orang sederhana di tepi Sungai Ciwulan
dihuni oleh seratus delapan kepala keluarga. Seratus delapan kepala keluarga
dengan jumlah penduduk tiga ratus sebelas jiwa. Jumlah bangunan yang ada
sebanyak seratus dua belas bangunan dengan rincian, rumah tinggal penduduk
seratus sembilan bangunan, sebuah balai pertemuan, sebuah masjid, dan sebuah
lumbung padi (leit).
Masyarakat Kampung
Naga, tampaknya merupakan bagian dari tidak banyak kearifan masyarakat
Indonesia yang “tersisa”. Perlakuan mereka terhadap keanekaragaman hayati
adalah sebuah kemulian yang jarang dimiliki masyarakat modern. Saat
tetangga-tetangga mereka di lain kampung gegap-gempita tenggelam dalam riuh
rendah penyeragaman hayati revolusi hijau. Mereka tak tergiur. Mereka tetap
memilih varietas padi lokal berusia panjang untuk memenuhi sawah dan huma
mereka.
Saat
ini kita semua berada dalam era modernisasi dengan segala aspek negatif maupun
positifnya. arus modernisasi tidak bias dihindari, cepat atau lambat pasti
mempunyai pengaruh dan menimbulkan berbagai perubahan kehidupan sosial, tidak
terkecuali di pelosok desa terpencil sekalipun dan kampung naga juga yang
dulunya tidak pernah tersentuh arus modernisasi sekarang sudah terlihat adanya
arus modernisasi mulai tumbuh di kehidupan masyarakat kampung naga. Buktinya,
ketika memasuki kawasan Kampung Naga, kita bisa melihat beberapa antene TV
menjulang tinggi. Beberapa rumah sudah memiliki TV, dan radio serta telepon
genggam bahkan pola perilaku masyarakat Kampung Naga telah bergeser, begitu
pula dengan pakaian dan alat keseharian yang dipergunakan oleh masyarakat. Dan
hal tersebut disadari sebagai westernisai yang dibawa oleh Televisi salah satunya.
1.2
Tujuan
Penulisan
a. Untuk
memenuhi salah satu tugas pembuatan makalah dari hasil penelitian di Kampung
Naga yang dilakukan pada tanggal 22 Oktober 2010.
b. Untuk
mengetahui gambaran kehidupan masyarakat Kampung Naga
c. Untuk
mengetahui berbagai pengaruh modernisasi terhadap keberadaan Kampung Naga
1.3
Permasalahan
a. Bagaimana
gambaran kehidupan Masayarakat Kampung Naga
b. Bagaimna
pengaruh arus modernisasi terhadap keberadaan Kampung Naga
1.4
Manfaat
Penulisan
Dari segi akademis, hasil penulisan makalah ini diharapkan
dapat menjadi salah satu sumber informasi dan bahan acuan mengenai kehidupan
kampong naga beserta pengaruh modernisasi yang masuk ke kampong Naga
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gambaran
Kehidupan Masyarakat Kampung Naga
A. Sejarah
Berdirinya Masyarakat Kampung Naga
Sejarah asal usul Kampung Naga menurut salah satu versi nya
bermula pada masa kewalian Syeh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati,
seorang abdinya yang bernama Singaparana ditugasi untuk menyebarkan agama Islam
ke sebelah Barat. Kemudian ia sampai ke daerah Neglasari yang sekarang menjadi
Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Di tempat tersebut,
Singaparana oleh masyarakat Kampung Naga disebut Sembah Dalem Singaparana.
Suatu hari ia mendapat ilapat atau petunjuk harus bersemedi. Dalam
persemediannya Singaparana mendapat petunjuk, bahwa ia harus mendiami satu
tempat yang sekarang disebut Kampung Naga.
B. Kondisi
Geografis Wilayah Masyarakat Kampung Naga
Kampung Naga secara administratif berada di wilayah Desa
Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Lokasi
Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan kota Garut dengan
kota Tasikmalaya. Kampung ini berada di lembah yang subur, dengan batas
wilayah, di sebelah Barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan keramat karena di
dalam hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga. Di sebelah
selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk, dan disebelah utara dan timur
dibatasi oleh sungai Ciwulan yang sumber iarnya berasal dari Gunung Cikuray di
daerah Garut.
Jarak tempuh dari kota Tasikmalaya ke
Kampung Naga kurang lebih 30 kilometer, sedangkan dari kota Garut jaraknya 26
kilometer. Untuk menuju Kampung Naga dari arah jalan raya Garut-Tasikmalaya
harus menuruni tangga yang sudah di tembok (Sunda sengked) sampai ketepi sungai
Ciwulan dengan kemiringan sekitar 45 derajat dengan jarak kira-kira 500 meter.
Kemudian melaluai jalan setapak menyusuri sungai Ciwulan sampai kedalam Kampung
Naga.
C. Perkembangan
Penduduk Kampung Naga
Berdasarkan hasil observasi dan sensus penduduk tahun 2004
masyarakat Naga berpenduduk kurang lebih 326 jiwa, yang terdiri dari 106 kepala
keluarga. Populasi kampung naga ini terus berkurang. Hal tersebut berarti bahwa
jumlah penduduk perlahan makin kecil. Banyak orang muda yang pergi untuk
mencari pekerjaan di tempat lain seperti Tasikmalaya, Bandung, Bogor dan
Jakarta. Kuncen atau tetua kampung berkata, dulu ada 347 orang pada tahun 1979,
10 tahun kemudian ada 329 dan tahun 1991 hanya 319 orang yang terdiri atas
kira-kira 100 keluarga. Penduduk Kampung Naga menganut agama Islam, yang
dikombinasikan dengan kebudayaan setempat warisan dari nenek moyang dulu.
Jumlah keseluruhan penduduk sekitar 326 orang.
D. Sistem
Kemasyarakatan
Dalam system kekerabatan masyarakat kampung naga menganut
sistem Bilateral, yang artinya menarik keturunan dari garis ibu dan ayah.
Sedang untuk sistem pemerintahan sendiri masyarakat kampung naga tetap mengakui
adanya sistem kemasyarakatan Formal dan Non-formal.
Dalam sistem formal meliputi kepala
RT dan Kepala Dusun dan semua unsur yang terkait didalamnya, termasuk sistem
pemerintahan. Dalam sistem Non-formal, masyarakat kampung naga mengenal dan
mengakui adanaya Kuncen (juru kunci) sebagi pemangku adat. Ada juga Punduh yang
berfungsi mengurusi masyarakat dalam kerja sehari-hari. Dirinya bertindak
sebagai pengayom masyarakat apabila ada kegiatan kemasyarakatan. Begitupula dengan
bidang keagaman yang diusus oleh Leube. Dirinya punya wewenag dan tanggungjawab
dalam mengurus masyarakat pada masalah keagamaan dan hal lain yang terkait
dengan agama
E. Sistem Adat
Istiadat Masyarakat Kampung Naga
Masyarakat Kampung Naga yang hidup dalam keharmonisasian
dengan alam, menjadikan akidah agama dan adat istiadat sebagai perisai dalam
menjalankan kehidupan sehari-harinya. Kultur budaya dan istiadat yang kental di
Kampung Naga menjadikan koleksi budaya yang tak ternilai harganya bagi khasanah
pariwisata Indonesia. Beberapa Upacara Adat unik dan menarik digelar setiap
tahunnya. Berikut adalah Upacara Adat yang masyarakat Kampung Naga sering
selenggarakan:
1. Menyepi
Upacara menyepi dilakukan oleh
masyarakat Kampung Naga pada hari selasa, rabu, dan hari sabtu. Upacara ini
menurut pandangan masyarakat Kampung Naga sangat penting dan wajib
dilaksanakan, tanpa kecuali baik laki-laki maupun perempuan. Oleh sebab itu
jika ada upacara tersebut di undurkan atau dipercepat waktu pelaksanaannya.
Pelaksanaan upacara menyepi diserahkan pada masing-masing orang, karena pada
dasarnya merupakan usaha menghindari pembicaraan tentang segala sesuatu yang
berkaitan dengan adat istiadat. Melihat kepatuhan warga Naga terhadap aturan
adat, selain karena penghormatan kepada leluhurnya juga untuk menjaga amanat
dan wasiat yang bila dilanggar dikuatirkan akan menimbulkan malapetaka.
2. Hajat Sasih
Upacara Hajat Sasih dilaksanakan oleh seluruh warga adat
Sa-Naga, baik yang bertempat tinggal di Kampung Naga maupun di luar Kampung
Naga. Maksud dan tujuan dari upacara ini adalah untuk memohon berkah dan
keselamatan kepada leluhur Kampung Naga, Eyang Singaparna serta
menyatakan rasa syukur kepada Tuhan yang mahaesa atas segala nikmat yang telah
diberikannya kepada warga sebagai umat-Nya.
Upacara Hajat Sasih diselenggarakan
pada bulan-bulan dengan tanggal-tanggal sebagai berikut:
a. Bulan Muharam (Muharram) pada
tanggal 26, 27, 28
b. Bulan Maulud (Rabiul Awal) pada
tanggal 12, 13, 14
c. Bulan Rewah (Sya’ban) pada tanggal
16, 17, 18
d. Bulan Syawal (Syawal) pada tanggal
14, 15, 16
e.
Bulan
Rayagung (Dzulkaidah) pada tanggal 10, 11, 12
3. Perkawinan
Upacara perkawinan bagi masyarakat
Kampung Naga adalah upacara yang dilakukan setelah selesainya akad nikah.
adapun tahap-tahap upacara tersebut adalah sebagai berikut: upacara sawer,
nincak endog (menginjak telur), buka pintu, ngariung
(berkumpul), ngampar (berhamparan), dan diakhiri dengan munjungan.
2.2 Pengaruh
Modernisasi Terhadap Keberadaan Kampung Naga
Meskipun
teknologi abad 21 menunjukkan perkembangan yang hebat, masyarakat yang mendiami
kampung disebuah lembah di antara pegunungan dan sungai itu mempertahankan adat
yang diamanatkan leluhur mereka. Ketika dibanyak tempat berbagai kemudahan
informasi, transfortasi, dan berbagai peralatan canggih mudah ditemui, tidak
demikian di Kampung Naga. Masyarakat Kampung Naga selalu mengikuti
perkembangan, tetapi mereka selalu memfilternya, mana yang dapat diterima oleh
mereka di masyarakat Kampung Naga. Tetapi kehidupan masyarakat kampung Naga
untuk sekarang setelah aya melakukan penelitian pada tanggal 22 Oktober 2010
kehidupan mereka sudah banyak tersentuh arus modernisasi. Berikut contoh-contoh
pengaruh modernisasi di berbagai bidang pada tatanan kehidupan masyarakat
Kampung Naga:
A. Bidang Mata Pencaharian Penduduk
Kampung Naga
Sebagian besar warga bertani,berkebun dan beternak ikan
serta kambing. Selain pertanian, perkebunan dan peternakan, mereka pun
mengerjakan kerajinan tangan seperti anyam-anyaman yang ternyata hasilnya tidak
sekedar dijual kepada para pengunjung Kampung Naga saja, tetapi dijual ke
berbagai daerah di luar Kampung Naga bahkan sampai ke luar negeri.
Masyarakat Kampung Naga memang secara
mayoritas berprofesi sebagai petani, namun untuk sekarang karena sudah
tersentuh arus modernisasi sebagian masyarakat Kampung Naga ada yang merantau
ke Jakarta dan Bali menjadi karyawan dan pedagang. Kadang mereka kembali
setelah beberapa tahun dirantau atau pada saat idul fitri.
B. Bidang
Pendidikan
Tingkat pendidikan di Kampung Naga
yang dulunya kurang tersentuh pendidikan
tetapi sekarang ini perkembangan pendidikan masyarakat Kampung Naga sangat
beraneka ragam. Ada yang mengejutkan dari tingkat pendidikan mereka. Ternyata
masyarakat Kampung Naga ada yang berpendidikan sampai perguruan tinggi bahkan
bekerja di jepang. Semua itu dengan biaya bea-siswa. Termasuk ketua adat Kang
Ade yang memiliki gelar Drs. Tetapi memang mayoritas dari mereka berpendidikan
sampai Sekolah Dasar dan SLTP.
C. Bidang
Teknologi
Saat ini, kehidupan mereka sudah sangat dekat dengan
kehidupan moderen. Buktinya, ketika memasuki kawasan Kampung Naga, kita bisa
melihat beberapa antene TV menjulang tinggi. Beberapa rumah sudah memiliki TV,
dan radio serta telepon genggam.
Meskipun masyarakat Naga tidak
menerima aliran listrik, tetapi dari beberapa rumah penduduk telah berdiri
tiang-tiang antenna Televisi. Meskipun Televisi yang digunakan memakai tenaga
Accumulator sebagai pembangkit listriknya. Hal tersebut membuktikan masyarakat
naga tidak sepenuhnya menutup diri terhadap globalisai.
D. Bidang
Kesenian
Kesenian yang merupakan warisan
leluhur masyarakat Kampung Naga adalah terbangan, angklung, beluk, dan
rengkong. Di bidang kesenian masyarakat Kampung Naga memiliki pantangan atau
tabu mengadakan pertunjukan jenis kesenian dari luar Kampung Naga seperti
wayang golek, dangdut, pencak silat, dan kesenian yang lain yang mempergunakan
alat musik sejenis goong. Namun demikian untuk sekarang, warga Kampung Naga
diperbolehkan menyaksikan pertunjukan Wayang atau kesenian lainnya seperti dangdut
asal berada diluar Kampung Naga.
E. Bidang Bahasa
Bahasa yang digunakan oleh masyarakat Kampung Naga sendiri
adalah bahasa Sunda halus. Bahasa yang terlempar dari perkataan masyarakat
Kampung Naga menguntai dengan tertata, halus dan penuh dengan makna tersirat.
Meskipun bahasa yang diucapkan oleh orang Kampung Naga sudah jarang digunakan
oleh masyarakat sunda umumnya, tetapi mereka sangat akrab dengan bahasa sunda
tersebut. Dilain sisi setelah adanya pengaruh modernisasi masyarakat Kampung
Naga mengenal bahasa Indonesia, tetapi tidak banyak masyarakat Kampung Naga
yang bisa Menggunakan Bahasa Indonesia sendiri.
F.
Bidang Perilaku, Pakaian dan Alat
Keseharian
Karena pengaruh modernisasi pola perilaku
masyarakat Kampung Naga telah bergeser, begitu pula dengan pakaian dan alat
keseharian yang dipergunakan oleh masyarakat. Dan hal tersebut disadari sebagai
westernisai yang dibawa oleh Televisi salah satunya.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kampung Naga merupakan perkampungan
tradisional dengan luas areal kurang lebih 1,5 ha. Kampung Naga secara
administratif berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten
Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Kampung ini berada di lembah yang subur,
dengan batas wilayah, di sebelah Barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan keramat
karena di dalam hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga.
Di sebelah selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk, dan disebelah utara dan
timur dibatasi oleh sungai Ciwulan.
Di luar itu semua, Kampung Naga pasti akan menyuguhkan
nuansa lain dari Wisata Budaya manapun. keberadaan kampung Naga ibarat oase
pada jaman yang semakin memiskinkan nilai-nilai. Kampung Naga sampai saat ini
merupakan benteng bagi nilai-nilai tradisi dan kearifan budaya masyarakatnya.
Arus modernisasi tidak bisa dihindari,
cepat atau lambat pasti mempunyai pengaruh dan menimbulkan berbagai perubahan
kehidupan sosial, tidak terkecuali di pelosok desa terpencil sekalipun dan
kampung naga juga yang dulunya tidak pernah tersentuh arus modernisasi sekarang
sudah terlihat adanya arus modernisasi mulai tumbuh di berbagai bidang di
kehidupan masyarakat kampung naga yaitu bidang mata pencaharian, bidang
pendidikan, bidang teknologi, bidang kesenian, bidang bahasa, dan bidang
perilaku, pakaian dan alat keseharian. Bahkan yang paling menonjol adalah Saat
ini,kehidupan masyarakat Kampung Naga sudah sangat dekat dengan kehidupan
moderen. Buktinya, ketika memasuki kawasan Kampung Naga, kita bisa melihat
beberapa antene TV menjulang tinggi. Beberapa rumah sudah memiliki TV, dan
radio serta telepon genggam.
3.2
Saran
a. Kita harus banyak belajar lewat
kesederhanaan, kebersahajaan dan solidaritas sosial warga Kampung Naga. Di
tengah-tengah kehidupan yang sangat hedonis, memudarnya apresiasi terhadap
nilai-nilai tradisi sosial yang semakin menggejala, dan persaingan hidup yang
kadang melunturkan nilai kemanusiaan kita. Begitu banyak hal yang bisa diambil
dari kehidupan masyarakat kampung Naga. Mulai dari hubungan kemasyarakatan,
interaksi dengan alam, hingga pegangan bijak dari adat Naga. Semua itu
tercermin dari budi yang luhur sebuah masyarakat sunda yang masih memegang
teguh budayanya. Kita sudah sepatutnya mensyukuri keaneka ragaman budaya yang
ada di nusantara. Selayaknya kita menghargai dan menjaga apa yang menjadi
pegangan adat masyarakat kampung Naga.
b. Kampung
Naga dapat di jadikan aset wisata di Jawa Barat yang berhubungan dengan Budaya.
Adat istiadat kampung Naga harus dihargai pemerintah, agar dipandang oleh
dunia, karena jarang kampung-kampung di Indonesia yang masih menjaga keutuhan
dari budaya yang di turunkan oleh leluhurnya.
DAFTAR PUSTAKA
Mutakin. Awan, dkk . Dinamika
Masyarakat Indonesia.
Hermawan, Ruswandi dkk. (2006). Perkembangan
Masyarakat Budaya. Bandung. PT Rineka Cipta
©
http://wisatadanbudaya.blogspot.com
No comments:
Post a Comment