Monday, March 4, 2013

Makalah Kampung Naga


KAMPUNG NAGA


MAKALAH


Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas dari Mata Kuliah Budaya Sunda Pada Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan
                       Dosen Pembina   : Drs. Djuherman M. Pd




 




Disusun Oleh :
          Nama          : Lan Lan Risdiana
          NPM           : 01020201080192
          Tingkat      : III A


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SURYAKANCANA
CIANJUR
2011


  
BAB I
PENDAHULUAN


1.1         Latar Belakang
          Sebenarnya masyarakat Kampung Naga mempunyai salah satu falsafah untuk perlindungan budaya yang diuakininya, yaitu ‘Alam jeung Jaman Kawulaan, Saur Elingkeun’. Dengan mencermati dan menghayati falsafah itu, secara otomatis masyarakat adapt punya rasa kesadaran serta tanggungjawab untuk menjalankan amanah yang diwariskan leluhur.
          Kampung Naga sebagai sebuah enclave merupakan permukiman yang terletak di lembah subur dengan lereng curam sebagai batas alam, di mana seratus dua belas bangunan beratap ijuk berdiri teratur membentuk sebuah kampung tradisional di tatar Sunda. Di balik keseragaman fisik arsitekturnya, permukiman keturunan Pangeran Singaparana ini masih banyak mempertahankan nilai-nilai kehidupan masyarakat tradisional yang dipegang teguh oleh masyarakatnya. Mereka bermukim sambil mempertahankan tradisi leluhur dan mengadaptasikannya dengan pengaruh baru dari nilai-nilai zaman modern.
          Pada alam yang puitik ini, Kampung Naga, kampung orang-orang sederhana di tepi Sungai Ciwulan dihuni oleh seratus delapan kepala keluarga. Seratus delapan kepala keluarga dengan jumlah penduduk tiga ratus sebelas jiwa. Jumlah bangunan yang ada sebanyak seratus dua belas bangunan dengan rincian, rumah tinggal penduduk seratus sembilan bangunan, sebuah balai pertemuan, sebuah masjid, dan sebuah lumbung padi (leit).
          Masyarakat Kampung Naga, tampaknya merupakan bagian dari tidak banyak kearifan masyarakat Indonesia yang “tersisa”. Perlakuan mereka terhadap keanekaragaman hayati adalah sebuah kemulian yang jarang dimiliki masyarakat modern. Saat tetangga-tetangga mereka di lain kampung gegap-gempita tenggelam dalam riuh rendah penyeragaman hayati revolusi hijau. Mereka tak tergiur. Mereka tetap memilih varietas padi lokal berusia panjang untuk memenuhi sawah dan huma mereka.
     Saat ini kita semua berada dalam era modernisasi dengan segala aspek negatif maupun positifnya. arus modernisasi tidak bias dihindari, cepat atau lambat pasti mempunyai pengaruh dan menimbulkan berbagai perubahan kehidupan sosial, tidak terkecuali di pelosok desa terpencil sekalipun dan kampung naga juga yang dulunya tidak pernah tersentuh arus modernisasi sekarang sudah terlihat adanya arus modernisasi mulai tumbuh di kehidupan masyarakat kampung naga. Buktinya, ketika memasuki kawasan Kampung Naga, kita bisa melihat beberapa antene TV menjulang tinggi. Beberapa rumah sudah memiliki TV, dan radio serta telepon genggam bahkan pola perilaku masyarakat Kampung Naga telah bergeser, begitu pula dengan pakaian dan alat keseharian yang dipergunakan oleh masyarakat. Dan hal tersebut disadari sebagai westernisai yang dibawa oleh Televisi salah satunya.

1.2         Tujuan Penulisan
a.    Untuk memenuhi salah satu tugas pembuatan makalah dari hasil penelitian di Kampung Naga yang dilakukan pada tanggal 22 Oktober 2010.
b.    Untuk mengetahui gambaran kehidupan masyarakat Kampung Naga
c.    Untuk mengetahui berbagai pengaruh modernisasi terhadap keberadaan Kampung Naga

1.3         Permasalahan
a.    Bagaimana gambaran kehidupan Masayarakat Kampung Naga
b.    Bagaimna pengaruh arus modernisasi terhadap keberadaan Kampung Naga

1.4         Manfaat Penulisan
          Dari segi akademis, hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi dan bahan acuan mengenai kehidupan kampong naga beserta pengaruh modernisasi yang masuk ke kampong Naga

BAB II
PEMBAHASAN


2.1     Gambaran Kehidupan Masyarakat Kampung Naga
A. Sejarah Berdirinya Masyarakat Kampung Naga
          Sejarah asal usul Kampung Naga menurut salah satu versi nya bermula pada masa kewalian Syeh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, seorang abdinya yang bernama Singaparana ditugasi untuk menyebarkan agama Islam ke sebelah Barat. Kemudian ia sampai ke daerah Neglasari yang sekarang menjadi Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Di tempat tersebut, Singaparana oleh masyarakat Kampung Naga disebut Sembah Dalem Singaparana. Suatu hari ia mendapat ilapat atau petunjuk harus bersemedi. Dalam persemediannya Singaparana mendapat petunjuk, bahwa ia harus mendiami satu tempat yang sekarang disebut Kampung Naga.
B. Kondisi Geografis Wilayah Masyarakat Kampung Naga
          Kampung Naga secara administratif berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Lokasi Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan kota Garut dengan kota Tasikmalaya. Kampung ini berada di lembah yang subur, dengan batas wilayah, di sebelah Barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan keramat karena di dalam hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga. Di sebelah selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk, dan disebelah utara dan timur dibatasi oleh sungai Ciwulan yang sumber iarnya berasal dari Gunung Cikuray di daerah Garut.
          Jarak tempuh dari kota Tasikmalaya ke Kampung Naga kurang lebih 30 kilometer, sedangkan dari kota Garut jaraknya 26 kilometer. Untuk menuju Kampung Naga dari arah jalan raya Garut-Tasikmalaya harus menuruni tangga yang sudah di tembok (Sunda sengked) sampai ketepi sungai Ciwulan dengan kemiringan sekitar 45 derajat dengan jarak kira-kira 500 meter. Kemudian melaluai jalan setapak menyusuri sungai Ciwulan sampai kedalam Kampung Naga.
C. Perkembangan Penduduk Kampung Naga
          Berdasarkan hasil observasi dan sensus penduduk tahun 2004 masyarakat Naga berpenduduk kurang lebih 326 jiwa, yang terdiri dari 106 kepala keluarga. Populasi kampung naga ini terus berkurang. Hal tersebut berarti bahwa jumlah penduduk perlahan makin kecil. Banyak orang muda yang pergi untuk mencari pekerjaan di tempat lain seperti Tasikmalaya, Bandung, Bogor dan Jakarta. Kuncen atau tetua kampung berkata, dulu ada 347 orang pada tahun 1979, 10 tahun kemudian ada 329 dan tahun 1991 hanya 319 orang yang terdiri atas kira-kira 100 keluarga. Penduduk Kampung Naga menganut agama Islam, yang dikombinasikan dengan kebudayaan setempat warisan dari nenek moyang dulu. Jumlah keseluruhan penduduk  sekitar 326 orang.
D. Sistem Kemasyarakatan
          Dalam system kekerabatan masyarakat kampung naga menganut sistem Bilateral, yang artinya menarik keturunan dari garis ibu dan ayah. Sedang untuk sistem pemerintahan sendiri masyarakat kampung naga tetap mengakui adanya sistem kemasyarakatan Formal dan Non-formal.
          Dalam sistem formal meliputi kepala RT dan Kepala Dusun dan semua unsur yang terkait didalamnya, termasuk sistem pemerintahan. Dalam sistem Non-formal, masyarakat kampung naga mengenal dan mengakui adanaya Kuncen (juru kunci) sebagi pemangku adat. Ada juga Punduh yang berfungsi mengurusi masyarakat dalam kerja sehari-hari. Dirinya bertindak sebagai pengayom masyarakat apabila ada kegiatan kemasyarakatan. Begitupula dengan bidang keagaman yang diusus oleh Leube. Dirinya punya wewenag dan tanggungjawab dalam mengurus masyarakat pada masalah keagamaan dan hal lain yang terkait dengan agama
E. Sistem Adat Istiadat Masyarakat Kampung Naga
          Masyarakat Kampung Naga yang hidup dalam keharmonisasian dengan alam, menjadikan akidah agama dan adat istiadat sebagai perisai dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya. Kultur budaya dan istiadat yang kental di Kampung Naga menjadikan koleksi budaya yang tak ternilai harganya bagi khasanah pariwisata Indonesia. Beberapa Upacara Adat unik dan menarik digelar setiap tahunnya. Berikut adalah Upacara Adat  yang masyarakat Kampung Naga sering selenggarakan:
1.    Menyepi
          Upacara menyepi dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga pada hari selasa, rabu, dan hari sabtu. Upacara ini menurut pandangan masyarakat Kampung Naga sangat penting dan wajib dilaksanakan, tanpa kecuali baik laki-laki maupun perempuan. Oleh sebab itu jika ada upacara tersebut di undurkan atau dipercepat waktu pelaksanaannya. Pelaksanaan upacara menyepi diserahkan pada masing-masing orang, karena pada dasarnya merupakan usaha menghindari pembicaraan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan adat istiadat. Melihat kepatuhan warga Naga terhadap aturan adat, selain karena penghormatan kepada leluhurnya juga untuk menjaga amanat dan wasiat yang bila dilanggar dikuatirkan akan menimbulkan malapetaka.
2.    Hajat Sasih
          Upacara Hajat Sasih dilaksanakan oleh seluruh warga adat Sa-Naga, baik yang bertempat tinggal di Kampung Naga maupun di luar Kampung Naga. Maksud dan tujuan dari upacara ini adalah untuk memohon berkah dan keselamatan kepada leluhur Kampung Naga, Eyang Singaparna serta menyatakan rasa syukur kepada Tuhan yang mahaesa atas segala nikmat yang telah diberikannya kepada warga sebagai umat-Nya.
          Upacara Hajat Sasih diselenggarakan pada bulan-bulan dengan tanggal-tanggal sebagai berikut:
a.    Bulan Muharam (Muharram) pada tanggal 26, 27, 28
b.    Bulan Maulud (Rabiul Awal) pada tanggal 12, 13, 14
c.    Bulan Rewah (Sya’ban) pada tanggal 16, 17, 18
d.   Bulan Syawal (Syawal) pada tanggal 14, 15, 16
e.    Bulan Rayagung (Dzulkaidah) pada tanggal 10, 11, 12 
3.    Perkawinan
          Upacara perkawinan bagi masyarakat Kampung Naga adalah upacara yang dilakukan setelah selesainya akad nikah. adapun tahap-tahap upacara tersebut adalah sebagai berikut: upacara sawer, nincak endog (menginjak telur), buka pintu, ngariung (berkumpul), ngampar (berhamparan), dan diakhiri dengan munjungan.

2.2  Pengaruh Modernisasi Terhadap Keberadaan Kampung Naga
          Meskipun teknologi abad 21 menunjukkan perkembangan yang hebat, masyarakat yang mendiami kampung disebuah lembah di antara pegunungan dan sungai itu mempertahankan adat yang diamanatkan leluhur mereka. Ketika dibanyak tempat berbagai kemudahan informasi, transfortasi, dan berbagai peralatan canggih mudah ditemui, tidak demikian di Kampung Naga. Masyarakat Kampung Naga selalu mengikuti perkembangan, tetapi mereka selalu memfilternya, mana yang dapat diterima oleh mereka di masyarakat Kampung Naga. Tetapi kehidupan masyarakat kampung Naga untuk sekarang setelah aya melakukan penelitian pada tanggal 22 Oktober 2010 kehidupan mereka sudah banyak tersentuh arus modernisasi. Berikut contoh-contoh pengaruh modernisasi di berbagai bidang pada tatanan kehidupan masyarakat Kampung Naga:
A.  Bidang Mata Pencaharian Penduduk Kampung Naga
          Sebagian besar warga bertani,berkebun dan beternak ikan serta kambing. Selain pertanian, perkebunan dan peternakan, mereka pun mengerjakan kerajinan tangan seperti anyam-anyaman yang ternyata hasilnya tidak sekedar dijual kepada para pengunjung Kampung Naga saja, tetapi dijual ke berbagai daerah di luar Kampung Naga bahkan sampai ke luar negeri.
          Masyarakat Kampung Naga memang secara mayoritas berprofesi sebagai petani, namun untuk sekarang karena sudah tersentuh arus modernisasi sebagian masyarakat Kampung Naga ada yang merantau ke Jakarta dan Bali menjadi karyawan dan pedagang. Kadang mereka kembali setelah beberapa tahun dirantau atau pada saat idul fitri.
B.  Bidang Pendidikan
          Tingkat pendidikan di Kampung Naga yang dulunya kurang tersentuh  pendidikan tetapi sekarang ini perkembangan pendidikan masyarakat Kampung Naga sangat beraneka ragam. Ada yang mengejutkan dari tingkat pendidikan mereka. Ternyata masyarakat Kampung Naga ada yang berpendidikan sampai perguruan tinggi bahkan bekerja di jepang. Semua itu dengan biaya bea-siswa. Termasuk ketua adat Kang Ade yang memiliki gelar Drs. Tetapi memang mayoritas dari mereka berpendidikan sampai Sekolah Dasar dan SLTP.
C.  Bidang Teknologi
          Saat ini, kehidupan mereka sudah sangat dekat dengan kehidupan moderen. Buktinya, ketika memasuki kawasan Kampung Naga, kita bisa melihat beberapa antene TV menjulang tinggi. Beberapa rumah sudah memiliki TV, dan radio serta telepon genggam.
          Meskipun masyarakat Naga tidak menerima aliran listrik, tetapi dari beberapa rumah penduduk telah berdiri tiang-tiang antenna Televisi. Meskipun Televisi yang digunakan memakai tenaga Accumulator sebagai pembangkit listriknya. Hal tersebut membuktikan masyarakat naga tidak sepenuhnya menutup diri terhadap globalisai.
D.  Bidang Kesenian
          Kesenian yang merupakan warisan leluhur masyarakat Kampung Naga adalah terbangan, angklung, beluk, dan rengkong. Di bidang kesenian masyarakat Kampung Naga memiliki pantangan atau tabu mengadakan pertunjukan jenis kesenian dari luar Kampung Naga seperti wayang golek, dangdut, pencak silat, dan kesenian yang lain yang mempergunakan alat musik sejenis goong. Namun demikian untuk sekarang, warga Kampung Naga diperbolehkan menyaksikan pertunjukan Wayang atau kesenian lainnya seperti dangdut asal berada diluar Kampung Naga.
E.  Bidang Bahasa
          Bahasa yang digunakan oleh masyarakat Kampung Naga sendiri adalah bahasa Sunda halus. Bahasa yang terlempar dari perkataan masyarakat Kampung Naga menguntai dengan tertata, halus dan penuh dengan makna tersirat. Meskipun bahasa yang diucapkan oleh orang Kampung Naga sudah jarang digunakan oleh masyarakat sunda umumnya, tetapi mereka sangat akrab dengan bahasa sunda tersebut. Dilain sisi setelah adanya pengaruh modernisasi masyarakat Kampung Naga mengenal bahasa Indonesia, tetapi tidak banyak masyarakat Kampung Naga yang bisa Menggunakan Bahasa Indonesia sendiri.
F.   Bidang Perilaku, Pakaian dan Alat Keseharian
          Karena pengaruh modernisasi pola perilaku masyarakat Kampung Naga telah bergeser, begitu pula dengan pakaian dan alat keseharian yang dipergunakan oleh masyarakat. Dan hal tersebut disadari sebagai westernisai yang dibawa oleh Televisi salah satunya.


  
BAB III
PENUTUP


3.1         Kesimpulan
          Kampung Naga merupakan perkampungan tradisional dengan luas areal kurang lebih 1,5 ha. Kampung Naga secara administratif berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Kampung ini berada di lembah yang subur, dengan batas wilayah, di sebelah Barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan keramat karena di dalam hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga. Di sebelah selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk, dan disebelah utara dan timur dibatasi oleh sungai Ciwulan.
          Di luar itu semua, Kampung Naga pasti akan menyuguhkan nuansa lain dari Wisata Budaya manapun. keberadaan kampung Naga ibarat oase pada jaman yang semakin memiskinkan nilai-nilai. Kampung Naga sampai saat ini merupakan benteng bagi nilai-nilai tradisi dan kearifan budaya masyarakatnya.
          Arus modernisasi tidak bisa dihindari, cepat atau lambat pasti mempunyai pengaruh dan menimbulkan berbagai perubahan kehidupan sosial, tidak terkecuali di pelosok desa terpencil sekalipun dan kampung naga juga yang dulunya tidak pernah tersentuh arus modernisasi sekarang sudah terlihat adanya arus modernisasi mulai tumbuh di berbagai bidang di kehidupan masyarakat kampung naga yaitu bidang mata pencaharian, bidang pendidikan, bidang teknologi, bidang kesenian, bidang bahasa, dan bidang perilaku, pakaian dan alat keseharian. Bahkan yang paling menonjol adalah Saat ini,kehidupan masyarakat Kampung Naga sudah sangat dekat dengan kehidupan moderen. Buktinya, ketika memasuki kawasan Kampung Naga, kita bisa melihat beberapa antene TV menjulang tinggi. Beberapa rumah sudah memiliki TV, dan radio serta telepon genggam.



3.2       Saran
a.    Kita harus banyak belajar lewat kesederhanaan, kebersahajaan dan solidaritas sosial warga Kampung Naga. Di tengah-tengah kehidupan yang sangat hedonis, memudarnya apresiasi terhadap nilai-nilai tradisi sosial yang semakin menggejala, dan persaingan hidup yang kadang melunturkan nilai kemanusiaan kita. Begitu banyak hal yang bisa diambil dari kehidupan masyarakat kampung Naga. Mulai dari hubungan kemasyarakatan, interaksi dengan alam, hingga pegangan bijak dari adat Naga. Semua itu tercermin dari budi yang luhur sebuah masyarakat sunda yang masih memegang teguh budayanya. Kita sudah sepatutnya mensyukuri keaneka ragaman budaya yang ada di nusantara. Selayaknya kita menghargai dan menjaga apa yang menjadi pegangan adat masyarakat kampung Naga.
b.    Kampung Naga dapat di jadikan aset wisata di Jawa Barat yang berhubungan dengan Budaya. Adat istiadat kampung Naga harus dihargai pemerintah, agar dipandang oleh dunia, karena jarang kampung-kampung di Indonesia yang masih menjaga keutuhan dari budaya yang di turunkan oleh leluhurnya.






DAFTAR PUSTAKA


          Mutakin. Awan, dkk . Dinamika Masyarakat Indonesia.
          Hermawan, Ruswandi dkk. (2006). Perkembangan Masyarakat Budaya. Bandung. PT Rineka Cipta
© http://wisatadanbudaya.blogspot.com




















No comments:

Post a Comment