MAKALAH SISTEM PENGETAHUAN SUKU SUNDA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Sistem pengetahuan masyarakat sunda terutama mengenai masalah
pendidikan di dalam masyarakat suku Sunda sudah bisa dibilang berkembang
baik.Ini terlihat dari peran dari pemerintah Jawa Barat
Orang
sunda memiliki sistem pengetahuan tentang pergantian musim yakni musim kemarau,
dan musim penghujan. Pengetahuan ini dimiliki secara turun temurun dan
digunakan dalam bidang pertnian, taerutama dalam hal bertanam padi di sawah.
Orang
sunda mengetahui pula system peredaran bintang di langit. Yang terpenting ialah
pengetahuan tentang bentang wuhulu (bintang belatik, orion) yang dipergunakan
untuk menentukan permulaan mengerjakan sawah
1.2
Tujuan
penulisan
1. Mendeskripsikan
tentang sistem pengetahuan masyarakat sunda.
2. Memenuhi
salah satu tugas pembuatan makalah dari mata kuliah Budaya Sunda.
3. Menambah
wawasan tentang system pengetahuan masyarakat sunda
BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1 Sistem Pengetahuan Masyarakat Sunda Sejak
dulu
Orang
sunda memiliki sistem pengetahuan tentang pergantian musim yakni musim kemarau,
dan musim penghujan. Pengetahuan ini dimiliki secara turun temurun dan
digunakan dalam bidang pertnian, taerutama dalam hal bertanam padi di sawah.
Pengetahuan orang sunda menunjukan kesamaannya dengan pengetahuan di tanah
jawa, sehingga ada anggapan bahwa pengetahuan tersebut berasal daari sana.
Gejala-gejala
alam seperti kedudukan matahari, hujan dan sebagainya serta waktu-waktu
terjadinya gejala-gejala alam tersebut dikuasai pengetahuannya oleh mereka
semata-mata didasarkan pada hasil pengamatan dan pengalaman. Pengalama ini mereka
ingat dan pergunakan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan hidup mereka termasuk
dalam usaha-usaha bertani.
Orang
sunda mengetahui pula system peredaran bintang di langit. Yang terpenting ialah
pengetahuan tentang bentang wuhulu (bintang belatik, orion) yang dipergunakan
untuk menentukan permulaan mengerjakan sawah. Pada kira-kira permulaan bulan
Nopember (mangsa kanem), bentang wuluku di waktu subuh kelihatan di upuk timur.
Hal ini dianggap oleh petani sebagai petunjuk saat di mulainya penggarapan
sawah-sawah mereka. Kemudian kira-kira dalam bulan April (mangsa desta),
bentang wuluku itu pada petang (permulaan malam) di ufuk barat kelihatan
terbalik. Ini dianggap oleh mereka sebagai pertanda untuk menyimpan bajak.
Artinya sudah selesai menuai padi atau musim panen. Pada waktu itu umumnya
orang-orang muali mengaso dengan cara bergembira, membersihkan rumah atau
kegiatan-kegiatan lainnya. Di waktu itulah mereka menganggap sebagai saat yang
baik untuk melangsungkan upacara-upacara selamatan dalam rangka perkawinan
putra-putri mereka atau hajatan-hajatan lain dalam rangka membangun rumah.
Dikalangan
masyarakat sunda, cara yang digunakan untuk mengetahui pergantian musim seperti
musim kemarau dan musim penghujan ialah dengan cara mempelajari pranata mangsa
untuk kepentingan pertanian yakni mengadakan perhitungan-perhitungan bulan dan
tahun menurut jalannya matahari yang terbagi dalam dua belas mangsa sebagai
berikut :
Yang ke
|
Nama
|
Jumlah hari
|
Dimulai sesuai dengan
kalender masehi
|
I
|
kasa
|
41
|
22
atau 23 juni
|
II
|
Karo
|
23
|
2
atau 3 agustus
|
III
|
Katiga
|
24
|
25
atau 26 agustus
|
IV
|
Kapat
|
25
|
18
atau 19 september
|
V
|
Kalmia
|
27
|
13
atau 14 oktober
|
VI
|
Kanem
|
43
|
9
atau 10 november
|
VII
|
Kapitu
|
43
|
22
atau 23 desember
|
VIII
|
Kawolu
|
27
|
3
atau 4 februari
|
IX
|
Kasanga
|
25
|
1
atau 2 maret
|
X
|
Kasadasa
|
24
|
26
atau 27 maret
|
XI
|
Desta
|
23
|
19
atau 20 april
|
XII
|
Sada
|
41
|
12
atau 13 mei
|
365 – 366 hari
|
3.2 Sistem Pengetahuan
(Pendidikan) Masyarakat Sunda
Sistem pengetahuan masyarakat sunda terutama mengenai masalah
pendidikan di dalam masyarakat suku Sunda sudah bisa dibilang berkembang
baik.Ini terlihat dari peran dari pemerintah Jawa Barat. Pemerintah Jawa Barat
memiliki tugas dalam memberikan pelayanan pembangunan pendidikan bagi warganya,
sebagai hak warga yang harus dipenuhi dalam pelayanan pemerintahan. Visi
Pemerintah Jawa Barat, yakni “Dengan Iman dan Takwa Jawa Barat sebagai Provinsi
Termaju di Indonesia dan Mitra Terdepan Ibukota Negara Tahun 2010″ merupakan
kehendak, harapan, komitmen yang menjadi arah kolektif pemerintah bersama
seluruh warga Jawa Barat dalam mencapai tujuan pembangunannya.
Pada masyarakat tradisional Sunda,
belajar sudah menjadi bagian dalam kehidupannya sejak dahulu, Carita
Parahyangan mencatat, raja Sunda yang bernama Sang Rakeyan Darmasiksa (hidup
sekitar abad ke 12 sampai 13) merupakan pendiri lembaga pendidikan di Tatar
Sunda pada masa itu. Lembaganya diberi nama Sanghyang Binayapanti, sedangkan
kompleks pendidikannya disebut Kabuyutan yang kemudian disebut juga mandala.
Kedudukan mandala atau kabuyutan memperoleh tempat tersendiri yang tinggi
kedudukannya sehingga sangat dihormati pada struktur kerajaan dan masyarakat
Sunda masa itu.
Keberadaan lembaga pendidikan
(kabuyutan) bagi masyarakat Sunda dianggap sebagai tempat yang sakral dan
secara formal perlu dilindungi oleh kerajaan. Pengakuan akan keberadaan
Kabuyutan sebagai daerah khusus dan dilindungi keberadaannya oleh kerajaan
terungkap pada prasasti Kebantenan I, II, III dan IV. Isi perasasti-prasasti
tersebut merupakan amanat Raja Pajajaran yang menjadikan daerah Jayagiri dan
Sunda Sembawa sebagai kabuyutan serta melindunginya dari berbagai ancaman, baik
yang datang dari luar maupun dari dalam negeri. Berdasarkan naskah Amanat
Galunggung, kedudukan kabuyutan di kerajaan Sunda sangat tinggi hingga seorang
raja yang tidak dapat mempertahankan dari serangan musuh nilainya lebih rendah
dibanding kulit lasun (Musang) di tempat sampah.
Keberadaan kabuyutan sebagai lembaga pendidikan telah
menghasilkan berbagai karya tulis yang isinya terutama berkenaan dengan
tuntunan hidup manusia di dunia agar selamat di dunia dan akhirat kelak,
diantaranya : Sewaka Darma (Koropak 408), Sanghyang Siksakandang Karesian (Koropak
630), dan Amanat Galunggung (koropak 632).
Fasilitas yang cukup memadai dalam
bidang pengetahuan (pendidikan) maupun informasi
memudahkan masyarakat sunda dalam memilih
institusi pendidikan yang akan mereka masuki dalam berbagai jenjang. Seperti
pada permulaan masa kemerdekaa di Jawa Barat terdapat 358.000 murid sekolah
dasar, kemudian pada tahun 1965 bertambah menjadi 2.306.164 murid sekolah
dasar. Jadi berarti mengalami kenaikan sebanyak 544%. Pada saat ini pada era
ke- 20 disetiap ibukota kabupaten telah tersedia universitas-universitas,
fakultas-fakultas, dan cabang-cabang universitas.
Pada masyatakat sunda juga terdiri atas pendidikan formal
dan non formal. Pendidikan
formal adalah kegiatan yang sistematis, berstruktur, bertingkat, berjenjang, dimulai
dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan yang setaraf denganya;
termasuk ke dalamnya ialah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum,
program spesialisasi, dan latihan profesional, yang dilaksanakan dalam waktu
yang terus menerus contoh : TK, SD, MI, SMP, MTS, SMA, SMK, Aliyah, dan
Perguruan Tinggi. Sedangkan pendidikan non formal ialah setiap
kegiatan terorganisasi dan sistematis, di luar sistem persekolahan yang mapan,
dilakukan secara mandiri atau merupakanbagian penting dari kegiatan yang lebih
luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu didalam
mencapai tujuan belajarnya. Contohnya Pesantren, dll
Pembangunan
pendidikan di Jawa barat yang mayoritas
berpenduduk suku sunda merupakan salah satu
bagian yang sangat vital dan fundamental untuk mendukung upaya-upaya
pembangunan Jawa Barat. Pembangunan pendidikan merupakan dasar bagi pembangaunan
lainnya, mengingat secara hakiki upaya pembangunan pendidikan adalah membangun
potensi manusia masyarakat sunda
yang kelak akan menjadi pelaku pembangunan.
Dalam setiap upaya pembangunan, maka
penting untuk senantiasa mempertimbangkan karakteristik dan potensi setempat.
Dalam konteks ini, masyarakat suku Sunda memiliki potensi, budaya dan
karakteristik tersendiri. Secara
sosiologis-antropologis, falsafah kehidupan masyarakat Jawa Barat yang telah
diakui memiliki makna mendalam adalah cageur, bageur, bener, pinter, tur
singer. Dalam kaitan ini, filosofi tersebut harus dijadikan pedoman dalam
mengimplementasikan setiap rencana pembangunan, termasuk di bidang pendidikan. Cageur
mengandung makna sehat jasmani dan rohani. Bageur berperilaku baik,
sopan santun, ramah, bertata krama. Bener yaitu jujur, amanah,
penyayang dan takwa. Pinter, memiliki ilmu pengetahuan. Singer
artinya kreatif dan inovatif. Sebagai sebuah upaya mewujudkan pembangunan
pendidikan berfalsafahkan cageur, bageur, bener, pinter, tur singer
tersebut, ditempuh pendekatan social cultural heritage approach.
Melalui pendekatan ini diharapkan akan lahir peran aktif masyarakat dalam
menyukseskan program pembangunan pendidikan yang digulirkan pemerintah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Orang
sunda memiliki sistem pengetahuan tentang pergantian musim yakni musim kemarau,
dan musim penghujan. Pengetahuan ini dimiliki secara turun temurun dan
digunakan dalam bidang pertnian, taerutama dalam hal bertanam padi di sawah.
Pengetahuan orang sunda menunjukan kesamaannya dengan pengetahuan di tanah
jawa, sehingga ada anggapan bahwa pengetahuan tersebut berasal daari sana.
Gejala-gejala
alam seperti kedudukan matahari, hujan dan sebagainya serta waktu-waktu
terjadinya gejala-gejala alam tersebut dikuasai pengetahuannya oleh mereka
semata-mata didasarkan pada hasil pengamatan dan pengalaman. Pengalama ini mereka
ingat dan pergunakan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan hidup mereka termasuk
dalam usaha-usaha bertani.
Sistem pengetahuan masyarakat sunda terutama mengenai masalah
pendidikan di dalam masyarakat suku Sunda sudah bisa dibilang berkembang
baik.Ini terlihat dari peran dari pemerintah Jawa Barat. Pemerintah Jawa Barat
memiliki tugas dalam memberikan pelayanan pembangunan pendidikan bagi warganya,
sebagai hak warga yang harus dipenuhi dalam pelayanan pemerintahan. Visi
Pemerintah Jawa Barat, yakni “Dengan Iman dan Takwa Jawa Barat sebagai Provinsi
Termaju di Indonesia dan Mitra Terdepan Ibukota Negara Tahun 2010″ merupakan
kehendak, harapan, komitmen yang menjadi arah kolektif pemerintah bersama
seluruh warga Jawa Barat dalam mencapai tujuan pembangunannya.
3.2 Saran
Kepada pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemenrintah daerah hendaknya adanya perhatian yang penuh dalam mengembangkan dan melestarikan semua kebudayaan yang ada di masyarakat suku sunda agar tetap terjaga kelestariannya.
No comments:
Post a Comment