Monday, March 4, 2013

Makalah Sociological Jurisprudence


MAKALAH SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE



BAB   I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
 Filsafat hukum menurut Purnadi Purwacaraka dan Soerjono Soekanto (1979:2) mengatakan “ Filsafat hukum adalah perenungan dan perumusan nilai- nilai kecuali itu filsafat hukum juga mencakup penyerasian nilai-nilai misalnya : penyerasian antara ketertiban dengan ketentraman, antara kebendaan dengan keakhlakan, dan antara kelanggengan/konservatisme dengan pembaharuan:.
Kesulitan pertama yang banyak dialami dalam memahami hukum yaitu berfikir mengenai hukum dengan cara yang telah ditentukan dalam ilmu hukum, mengaitkan satu sama lain sebab dengan sebab lainnya, yang satu dengan hal yang timbul karenanya. Alam berfikir hukum adalah berfikir khas, dengan karakteristik yang tidak ditemui dalam cara-cara berfikir yang lain.
Positivisme hukum atau disebut juga mazhab formalistik, mencoba menjawab masalah-maasalah hukum melalui sistem-sistem norma, aturan-aturan, bagi aliran ini alam berfikir hukum adalah berfikir normatif bahkan cenderung legisme. Aliran sosiologis mengemukakan cara yang bisa dikatakan sangat bertolak belakang dengan cara positivisme hukum, yaitu mencoba melihat konteks, memfokuskan cara pandang hukum terhadap pola kelakuan/tingkah laku masyarakat, sehingga cenderung menolak aturan-aturan formal (yang dibuat oleh lembaga formal seperti DPR, dengan bentuk peraturan perundang-undangan). 
Dalam filsafat hukum ada beberapa aliran atau mazhab sebagai berikut:
1.      Mazhab Hukum Alam
2.      Mazhab Formalistis
3.      Mazhab Kebudayaan dan Sejarah
4.      Utilitarianisme
5.      Sociological Jurisprudence
6.      Realisme Hukum
7.      Critical Legal Studies
8.      Feminisme Jurisprudence
9.      Semiotika Jurisprudence
Diantara aliran atau mazhab tersebut yang akan dibahas disini adalah Sociological Jurisprudence dan Realisme Hukum.
Aliran Sociological Jurispurdence sebagai salah satu aliran pemikiran filsafat hukum menitik beratkan pada hukum dalam kaitannya dengan masyarakat. Menurut aliran ini hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup  di antara masyarakat. Aliran ini secara tegas memisahkan antara hukum positif dengan (the positive law) dengan hukum yang hidup (the living law). Singkatnya yaitu, aliran hukum yang konsepnya bahwa hukum yang dibuat agar memperhatikan hukum yang hidup dalam masyarakat atau living law baik tertulis maupun tidak tertulis. Misalnya dalam hukum yang tertulis jelas dicontohkan Undang- Undang sebagai hukum tertulis, sedangkan yang dimaksudkan hukum tidak tertulis disini adalah hukum adat yang dimana hukum ini adalah semulanya hanya sebagai kebiasaan yang lama kelamaan menjadi suatu hukum yang berlaku dalam adat tersebut tanpa tertulis. Dalam masyarakat yang mengenal hukum tidak tertulis serta berada dalam masa pergolakan dan peralihan, Hakim merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Untuk itu ia harus terjun ditengah-tengah masyarakat untuk mengenal, merasakan dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Menurut ilmu hukum dan filsafat hukum, maka usaha pembaharuan hukum dapat dikatakan bahwa Negara Republik Indonesia dalam kebijaksanaan pembinaan hukumnya menganut teori gabungan dari apa yang dikenal sebagai aliran sociological jurisprudence dan pragmatic jurisprudence. Aliran sociological jurisprudence ialah aliran yang menghendaki bahwa dalam proses pembentukan pembaharuan hukum harus memperhatikan kesadaran masyarakat. Memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Tokoh mazhab yang mengemukakan aliran ini adalah Eugen Ehrlich dan Roscoe Pound.
Aliran realisme hukum atau disebut juga  adalah aliran pragmatic legal realism, dimana aliran hukum yang konsepnya bahwa hukum dapat berperan sebagai alat pembaharuan masyarakat. Kaum realis tersebut mendasarkan pemikirannya pemikirannya pada suatu konsepsi radikal mengenai proses peradilan. Menurut Oliver Wendell Holmes, Jerome Frank, dan Karl Llewellyn, hakim itu lebih layak disebut sebagai pembuat hukum daripada menemukannya.

B.       Tujuan Penelitian
Tujuan dibuatnya makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas dan untuk mengetahui aliran- aliran yang ada dalam filsafat hukum khususnya aliran Sociological Jurisprudence dan Aliran Realisme Hukum.



BAB   II
PEMBAHASAN

A.      Landasan Teori
 1.      Aliran Sosiological Juresprudence
 Menurut Lilirasjidi, Sociological Yurisprudence menggunakan pendekatan hukum kemasyarakatan, sementara sosiologi hukum menggunakan pendekatan dari masyarakat ke hukum. Menurut Sociological Yurisprudence hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam msyarakat.valiran ini memisahkan secara tegas antara hukum positif dengan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law). Aliran ini timbul sebagai akibat dari proses dialektika anatara (tesis) positivisme hukum dan (antitesis) mazhab sejarah.
Tokoh mazhab ini adalah Eugen Ehrlich dan Roscoe Pound. Eugen Ehrlich; Penulis yang pertama kali menyandang sosiolog hukum (Grundlegung der Soziologie des Recht, 1912). Menurut Ehrlich pusat gaya tarik perkembangan hukum tidak terletak pada perundang-undangan, tidak pada ilmu hukum, tetapi di dalam masyarakat sendiri. Ajaran berpokok pada pembedaan antara hukum positif dengan hukum yang hidup, atau dengan kata lain pembedaan antara kaidah-kaidah hukum dgn kaidah-kaidah sosial lainnya. Hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.
Roscoe Pound; hukum harus dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial, dan adalah tugas ilmu hukum untuk mengembangkan suatu kerangka dengan mana kebutuhan-kebutuhan sosial dapr terpenuhi secara maksimal.
 Pound juga menganjurkan untuk mempelajari hukum sebagai suatu proses (law in action), yang dibedakan dengan hukum yang tertulis(law in the books). Pembedaan ini dapat diterapkan pada seluruh bidang hukum, baik hukum substantif, maupun hukum ajektif. Ajaran tersebut menonjolkan masalah apakah hukum yang ditetapkan sesuai dengan pola-pola perikelakuan.

2.      Aliran Realisme Hukum
            Realism hukum berkembang dalam waktu bersamaan dengan Sociological Yurisprudence. Dalam pandangan kaum realism, hukum adalah haris dari kekuatan-kekuatan sosial dan alat kontrol sosial. Karena itu, program ilmu hukum realis hampir tidak terbatas, keperibadian manusia, lingkungan sosial, keadaan ekonomi, kepentingan bisnis, gagasan yang sedang berlaku, emosi-emosi yang umum, semua ini adalah pembentuk hukum dan hasil hukum dalam kehidupan. Sehingga Karl L lewellyn mengatakan hal yang pokok dalam relisme hukum adalah gerakan dalam pemikiran dan kerja tentang hukum.
Tokoh yang terkenal dalamaliran ini adalah hakim agung Oliver Wendell Holmes, Jerome Frank dan Karl Llewellyn. Kaum realis tersebut mendasarkan pemikirannya pada suatu konsepsi radikal mengenai proses peradilan. Menurut mereka hakim itu lebih layak disebut sebagai pembuat hukum daripada menemukannya. Hakim harus selalu melakukan pilian, asas mana yang akan diutamakan dan pihak mana yang akan dimenangkan.
Aliran realis selalu menekankan pada hakikat manusiawi dari tindakan tersebut. Holmes mengatakan bahwa kewajiban hukum hanyalah merupakan suat dugaan bahwa apabila seseorang berbuat atau tidak berbuat, maka dia akan menderita sesuai dengan keputusan suatu pengadilan. Lebih jauh Karl Llewellyn menekankan pada fungsi lembaga-lembaga hukum.
Pokok-pokok pendekatan kaum realis antara lain; hukum adalah alat untuk mencapai tujuan-tujuan sosial dan hendaknya konsepsi hukum itu menyinggung hukum yang berubah-ubah dan hukum yang diciptkan oleh pengadilan.Aliran realisme berpendirian, tidak ada hukum yang mengatur suatu perkara sampai adanya putusan hakim terhadap perkara itu. Seorang penganut aliran ini, John Chipman Gray mengatakan Undang-Undang tidak merupakan sumber hukum yang terpenting, tetapi hakim adalah pusat dari sumber hukum. Di Amerika Serikat, Inggris, dan Afrika Selatan para hakim terikat pada keputusan-keputusan hakim yang lebih tinggi atau setingkat dengannya. Di sana peradilan (judge-made law) merupakan sumber hukum yang sangat penting, oleh karena suasana hukum yang demikian di Amerika Serikat timbul aliran realisme.
Aliran realism hukum diprakarsai oleh Oliver Wendell Holmes (1841-1935), Jerome Frank (1889-1957), dan Karl N. Llewellyn (1893-1962), ketiganya orang Amerika Serikat. Mereka terkenal dengan konsep yang radikal tentang proses peradilan dengan menyatakan hakim-hakim tidak hanya menemukan hukum, tetapi bahkan membentuk hukum. Seorang hakim selalu harus memilih, dia yang menentukan prinsip-prinsip mana yang dipakai dan pihak-pihak mana yang akan menang. Keputusan hakim seringkali mendahului penggunaan prinsip-prinsip hukum formal. Keputusan pengadilan dan doktrin hukum selalu dapat diperkembangkan untuk menunjang perkembangan atau hasil proses hukum. Suatu keputusan pengadilan biasanya dibuat atas dasar konsepsi-konsepsi hakim yang bersangkutan tentang keadilan dan dirasionalisasikan di dalam suat pendapat tertulis.
Pokok-pokok pikiran dari aliran ini banyak dikemukakan oleh Oliver Wendell Holmes dalam bukunya The Part of the Law. Di dalam buku tersebut, dia menyatakan kewajiban hukum hanyalah merupakan suatu dugaan bahwa apabila seseorang berbuat atai tidak berbuat, maka dia akan menderita sesuai dengan keputusan di pengadilan. Karl N. Llewellyn mengembangkan teori hubungan antara peraturan-peraturan hukum dengan perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Tugas pokok dari pengadilan menetapkan fakta dan rekonstruksi kejadian-kejadian yang telah lampau yang menyebabkan terjadinya perselisihan. Aliran realisme hukum dengan buah pikirannya mengembangkan pokok-pokok pikiran yang sangat berguna bagi penelitian yang bersifat interdisipliner terutama dalam penelitian yang memerlukan kerja sama antara ilmu hukum dengan ilmu-ilmu sosial.
Ada beberapa alasan kenapa lahirnya aliran Realiame Hukum
a.       Adanya gerakan-gerakan untuk menguji nilai-nilai tradisional yang ada pada tahun 1920 (contoh : adanya anggapan yang mengatakan bahwa raja yang baik itu pastilah adil, dan anggapan yang dipercayai oleh masyarakat tersebut ternyata adalah salah);
b.       Munculnya ilmu-ilmu perilaku seperti psikologi sebagai salah satu contohnya;
c.        Banyanya disparitas putusan-putusan. Sehingga munculnya ketidakpercayaan terhadap hukum diatas kertas, dan menumbuhkan rasa kepercayaan kepada hukum yang berdasarkan fakta yang real.
Tokoh- tokohnya diantaranya adalah Karl Llewellyn dan Jerome frank
9 point of departure from common to realis (Llewellyn)
1.      Bahwa hukum tidak stabil (momentary), namun terus bergerak;
2.      Bahwa konsepsi hukum selalu tentang masyarakat, sehingga hukum harus bermanfaat bagi masyarakat (social end);
3.      Hukum bergerak lebih lambat dari masyarakat ;
4.      Hukum adalah tumpul karena tidak dapat menyentuh orang-orang yang memiliki harta
Pendapat ini kembali dikerucutkan kedalam  4 hal terpenting :
·  Realisme bertolak belakang dengan formal law
·  Hukum bergerak dan dibuat oleh hakim
·  Hukum adalah demi kepentingan masyarakat
·  Hakim adalah manusia biasa
Menurut Llewellyn, realisme bukanlah merupakan suatu aliran di dalam filsafat hukum, tetapi hanyalah merupakan suatu gerakan dalam cara berpikir tentang hukum. Adapun ciri-ciri dari gerakan ini adalah :
1)   Realisme bukanlah  suatu aliran /mazhab. Realisme adalah suatu gerakan dalam cara berpikir dan cara bekerja tentang hukum.
2)   Realisme adalah suatu konsepsi mengenai hukum yang berubah-ubah dan sebagai alat untuk mencapai tujuan sosial, maka tiap bagiannya harus diselidiki mengenai tujuan maupun hasilnya.
3)   Realisme mendasarkan ajarannya atas pemisahan sementara antara sollen d an sein untuk keperluan suatu penyelidikan. Agar penyelidikan itu mempunyai tujuan maka hendaknya diperhatikan adanya nilai-nilai dan observasi terhadap nilai-nilai itu haruslah seumum mungkin dan tidak boleh dipengaruhi oleh kehendak observer mauoun tujuan-tujuan kesusilaan.
4)   Realisme tidak mendasarkan pada konsep-konsep hukum tradisional oleh karena realisme bermaksud melukiskan apa yang dilakukan sebebnarnya oleh pengadilan-pengadilan dan orang-orangnya. Untuk itu dirumuskan definisi-definisi dalam peraturan-peraturan yang merupakan ramalan umum tentang apa yang akan dikerjakan oleh pengadilan-pengadilan. Sesuai dengan keyakinan ini, maka realisme mencipatakan penggolongan-penggolongan perkara dan keadaan-keadaan hukum yang lebih kecil jumlahnya daripada jumlah penggolongan-penggolongan yang ada pada masa lampau.
5)   Gerakan realisme menekan pada perkembangan setiap bagian hukum haruslah diperhatikan dengan saksama mengenai akibatnya.
Pendekatan yang harus dilakukan oleh gerakan realisme untuk mewujudkan program tersebut di atas telah digariskan sebagai berikut :
a)    Keterampilan diperlukan bagi seseorang dalam memberikan argmentasinya yang logis atas putusan-putusan yang telah diambilnya bukan hanya sekedar argumen-argumen yang diajukan oleh ahli hukum yang nilainya tidak berbobot.
b)   Mengadakan perbedaan antara peraturan-peraturan dengan memperhatikan relativitas makna peraturan-peraturan tersebut.
c)    Menggantikan kategori-kategori hukum yang bersifat umum dengan hubungan-hubungan khusus dari keadaan-keadaan yang nyata.
d)   Cara pendekatan seperti tersebut di atas mencakup juga penyelidikan tentang faktor-faktor/unsur-unsur yang bersifat perseorangan maupun umum dengan penelitian atas kepribadian sang hakim dengan diserta data-data statistic tentang ramalan-ramalan apa yang akan diperbuat oleh pengadilan dll.
      Mengenai aliran Pragmatic Legal Realism yang berkembang pada waktu itu dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu:
1)   Aliran Realisme Hukum Amerika
      Tokoh-tokohnya adalah Oliver Wendell Holmes dan Jerome Frank. “The path of Law” berasal dari Holmes, sedang “Law in the modern mind” berasal dari Jerome Frank. Sifat normatif hukum agak dikesampingkan. Hukum pada hakekatnya adalah berupa pola perilaku/tindakan (pattern of behaviour) nyata dari hakim dan petugas/pejabat hukum (law officials) lainnya. Pendorong utama perilaku Hakim atau pejabat-pejabat hukum segarusnya berpijak pada moral positif dan kemaslahatan masyarakat (social advanrage). Bagi Frank, hukum dapat dibagi menjadi dua, yaitu hukum yang senyatanya dan hukum yang mungkin (actual law and probable law). Peraturan-peraturan hukum dan asas-asas hukum tidak lain adalah semacam stimuli yang mempengaruhi perilaku hakim yang dapat dilihat dalam putusan-putusan hakim, di samping faktor-faktor lain, yakni, prasangka politis, ekonomis, dan moril, simpati maupun antipati pribadi (Frank). Terhadap sikap yang agak ekstrim dari kedua tokoh tersebut, yakni Roscoe Pound dan benjamin Cardozo dalam bukunya yang berjudul “The nature of the juridical process” mengambil pendirian yang lebih moderat, yakni wawasan sosiologis.
2)   Aliran Realisme Skandinavia
      Di Skandinavia, para sarjana hukum modern mengembangkan cara berfikir tentang hukum yang memiliki ciri khas ala Skandinavia yang tidak ada persamaannya di negara-negara lain. Walaupun istilah realisme sering dipergunakan untuk gerakan cara berfikir di Skandinavia akan tetapi persamaan nama dengan gerakan cara berfikir di Amerika Serikat, hanyalah sebatas persamaan nama saja. Realisme Skandinavia adalah dasar-dasar filsafat yang memberikan kritik-kritik terhadap dasar-dasar metafisika hukum (Skandinavian realism is essentialy a philosophical critique of the metaphysical foundations law). Gerakan ini menolak cara pendekatan yang dipergunakan oleh kaum realis Amerika Serikat yang mempunyai nilai rendah. Dalam caranya memberi kritik dan pengupasan prinsip-prinsip pertama yang seringkali sangat abstrak, grakan realis mempunyai ciri-ciri yang mirip sekali dengan ciri-ciri Filsafat Hukum Eropa. Adanya persamaan cara pendekatan antara penganut-penganut gerakan relaisme Skandinavia diusebabkan oleh pengaruh dari Axel Hagestrom terhadap tokoh-tokoh gerakan realisme Skandinavia pada waktu itu, yaitu Oliverscrona, Lundstedt, sekalipun pengaruh Axel tidak sebesar Ross.
      Para ahli hukum tersebut di atas menolak adanya pengertian-pengertian mutlak tentang keadilan yang menguasai dan yang memberi pedoman pada sistem-sistem hukum positif. Mengenai nilai-nilai hukum gerakan realisme Skandinaviamempunyai pendirian yang sama dengan filsafat relativisme; mereka menolak pendirian yang mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan tentang hukum dapat disalurkan secara memaksa dari prinsip-prinsip tentang keadilan yang tidak dapat diubah.
      Menureut Friedman,[1] keberadaan realisme Skandinavia telah memberikan sumbangan yang amat besar kepada teori hukum, yaitu tentang penggunaan pengertian kehendak kolektif, satu kehendak umum atau kehendak negara (a collective or general will or of the state) oleh ilmu hukum analitis. Menurut Hargerstrom dan kawan-kawan, pengertian-pengertian tersebut adalah semacam satu pengertian gaib yang dipergunakan mereka untuk memberi dasar hukum pada kemahakuasaan orang-orang yang memegang perintah negara; dan cara mereka membuktikan legitimitas (dasar hukum) kekuasaan negara tersebut menurut Hargerstrom dan kawan-kawan adalah pada dasarnya sama dengan cara-cara yang dipergunakan filsafat hukum kodrat.

BAB III
KESIMPULAN
A.      KESIMPULAN
Jadi, aliran Sosiological Yuresprudence dan aliran Realisme Hukum (Legal Realism) sama- sama berkembang dan sama- sama membahas tentang hukum yang ada di masyarakat. Hanya saja dalam aliran Sosiological Yurisprudence  membahas tentang hukum yang berkembang atau yang ada di masyrakat itu sendiri, sedangkan aliran Realisme Hukum membahas semua program ilmu hukum yang hampir tidak terbatas, misalnya  keperibadian manusia, lingkungan sosial, keadaan ekonomi, kepentingan bisnis, gagasan yang sedang berlaku, emosi-emosi yang umum, semua ini adalah pembentuk hukum dan hasil hukum dalam kehidupan.



No comments:

Post a Comment