MAKALAH SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Filsafat
hukum menurut Purnadi Purwacaraka dan Soerjono Soekanto (1979:2) mengatakan “ Filsafat hukum adalah perenungan dan
perumusan nilai- nilai kecuali itu filsafat hukum juga mencakup penyerasian
nilai-nilai misalnya : penyerasian antara ketertiban dengan ketentraman, antara
kebendaan dengan keakhlakan, dan antara kelanggengan/konservatisme dengan
pembaharuan:.
Kesulitan
pertama yang banyak dialami dalam memahami hukum yaitu berfikir mengenai hukum
dengan cara yang telah ditentukan dalam ilmu hukum, mengaitkan satu sama lain
sebab dengan sebab lainnya, yang satu dengan hal yang timbul karenanya. Alam
berfikir hukum adalah berfikir khas, dengan karakteristik yang tidak ditemui
dalam cara-cara berfikir yang lain.
Positivisme
hukum atau disebut juga mazhab formalistik, mencoba menjawab masalah-maasalah
hukum melalui sistem-sistem norma, aturan-aturan, bagi aliran ini alam berfikir
hukum adalah berfikir normatif bahkan cenderung legisme. Aliran sosiologis
mengemukakan cara yang bisa dikatakan sangat bertolak belakang dengan cara
positivisme hukum, yaitu mencoba melihat konteks, memfokuskan cara pandang
hukum terhadap pola kelakuan/tingkah laku masyarakat, sehingga cenderung
menolak aturan-aturan formal (yang dibuat oleh lembaga formal seperti DPR,
dengan bentuk peraturan perundang-undangan).
Dalam
filsafat hukum ada beberapa aliran atau mazhab sebagai berikut:
1. Mazhab
Hukum Alam
2. Mazhab
Formalistis
3. Mazhab
Kebudayaan dan Sejarah
4. Utilitarianisme
5. Sociological
Jurisprudence
6. Realisme
Hukum
7. Critical
Legal Studies
8. Feminisme
Jurisprudence
9. Semiotika
Jurisprudence
Diantara aliran atau mazhab tersebut
yang akan dibahas disini adalah Sociological Jurisprudence dan Realisme Hukum.
Aliran
Sociological Jurispurdence sebagai salah satu aliran pemikiran filsafat hukum
menitik beratkan pada hukum dalam kaitannya dengan masyarakat. Menurut aliran
ini hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di
antara masyarakat. Aliran ini secara tegas memisahkan antara hukum positif
dengan (the positive law) dengan hukum yang hidup (the living law). Singkatnya yaitu, aliran hukum yang konsepnya bahwa hukum yang
dibuat agar memperhatikan hukum yang hidup dalam masyarakat atau living law baik
tertulis maupun tidak tertulis. Misalnya dalam hukum yang tertulis jelas
dicontohkan Undang- Undang sebagai hukum tertulis, sedangkan yang dimaksudkan
hukum tidak tertulis disini adalah hukum adat yang dimana hukum ini adalah
semulanya hanya sebagai kebiasaan yang lama kelamaan menjadi suatu hukum yang
berlaku dalam adat tersebut tanpa tertulis. Dalam
masyarakat yang mengenal hukum tidak tertulis serta berada dalam masa
pergolakan dan peralihan, Hakim merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai
hukum yang hidup dalam masyarakat. Untuk itu ia harus terjun ditengah-tengah
masyarakat untuk mengenal, merasakan dan mampu menyelami perasaan hukum dan
rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Menurut ilmu hukum dan filsafat hukum, maka usaha
pembaharuan hukum dapat dikatakan bahwa Negara Republik Indonesia dalam
kebijaksanaan pembinaan hukumnya menganut teori gabungan dari apa yang dikenal
sebagai aliran sociological jurisprudence dan pragmatic jurisprudence. Aliran
sociological jurisprudence ialah aliran yang menghendaki bahwa dalam proses
pembentukan pembaharuan hukum harus memperhatikan kesadaran masyarakat.
Memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Tokoh mazhab yang
mengemukakan aliran ini adalah Eugen Ehrlich dan Roscoe Pound.
Aliran
realisme hukum atau disebut juga adalah
aliran pragmatic legal realism, dimana aliran
hukum yang konsepnya bahwa hukum dapat berperan sebagai alat pembaharuan
masyarakat. Kaum realis tersebut mendasarkan pemikirannya pemikirannya pada
suatu konsepsi radikal mengenai proses peradilan. Menurut Oliver Wendell
Holmes, Jerome Frank, dan Karl Llewellyn, hakim itu lebih layak disebut sebagai
pembuat hukum daripada menemukannya.
B.
Tujuan Penelitian
Tujuan
dibuatnya makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas dan untuk mengetahui
aliran- aliran yang ada dalam filsafat hukum khususnya aliran Sociological
Jurisprudence dan Aliran Realisme Hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Landasan
Teori
1.
Aliran
Sosiological Juresprudence
Menurut Lilirasjidi,
Sociological Yurisprudence menggunakan pendekatan hukum kemasyarakatan,
sementara sosiologi hukum menggunakan pendekatan dari masyarakat ke hukum.
Menurut Sociological Yurisprudence hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai
dengan hukum yang hidup dalam msyarakat.valiran ini memisahkan secara tegas
antara hukum positif dengan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law).
Aliran ini timbul sebagai akibat dari proses dialektika anatara (tesis)
positivisme hukum dan (antitesis) mazhab sejarah.
Tokoh mazhab ini adalah Eugen Ehrlich dan Roscoe Pound. Eugen Ehrlich;
Penulis yang pertama kali menyandang sosiolog hukum (Grundlegung der Soziologie
des Recht, 1912). Menurut Ehrlich pusat gaya tarik perkembangan hukum tidak
terletak pada perundang-undangan, tidak pada ilmu hukum, tetapi di dalam
masyarakat sendiri. Ajaran berpokok pada pembedaan antara hukum positif dengan
hukum yang hidup, atau dengan kata lain pembedaan antara kaidah-kaidah hukum
dgn kaidah-kaidah sosial lainnya. Hukum positif hanya akan efektif apabila
selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.
Roscoe Pound; hukum harus dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan
yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial, dan adalah tugas ilmu
hukum untuk mengembangkan suatu kerangka dengan mana kebutuhan-kebutuhan sosial
dapr terpenuhi secara maksimal.
Pound juga menganjurkan untuk
mempelajari hukum sebagai suatu proses (law in action), yang dibedakan dengan
hukum yang tertulis(law in the books). Pembedaan ini dapat diterapkan pada
seluruh bidang hukum, baik hukum substantif, maupun hukum ajektif. Ajaran
tersebut menonjolkan masalah apakah hukum yang ditetapkan sesuai dengan
pola-pola perikelakuan.
2.
Aliran
Realisme Hukum
Realism hukum berkembang
dalam waktu bersamaan dengan Sociological Yurisprudence. Dalam pandangan kaum
realism, hukum adalah haris dari kekuatan-kekuatan sosial dan alat kontrol
sosial. Karena itu, program ilmu hukum realis hampir tidak terbatas,
keperibadian manusia, lingkungan sosial, keadaan ekonomi, kepentingan bisnis,
gagasan yang sedang berlaku, emosi-emosi yang umum, semua ini adalah pembentuk
hukum dan hasil hukum dalam kehidupan. Sehingga Karl L lewellyn mengatakan hal
yang pokok dalam relisme hukum adalah gerakan dalam pemikiran dan kerja tentang
hukum.
Tokoh yang terkenal dalamaliran ini adalah hakim agung Oliver Wendell
Holmes, Jerome Frank dan Karl Llewellyn. Kaum realis tersebut mendasarkan
pemikirannya pada suatu konsepsi radikal mengenai proses peradilan. Menurut
mereka hakim itu lebih layak disebut sebagai pembuat hukum daripada menemukannya.
Hakim harus selalu melakukan pilian, asas mana yang akan diutamakan dan pihak
mana yang akan dimenangkan.
Aliran realis selalu menekankan pada hakikat manusiawi dari tindakan
tersebut. Holmes mengatakan bahwa kewajiban hukum hanyalah merupakan suat
dugaan bahwa apabila seseorang berbuat atau tidak berbuat, maka dia akan
menderita sesuai dengan keputusan suatu pengadilan. Lebih jauh Karl Llewellyn
menekankan pada fungsi lembaga-lembaga hukum.
Pokok-pokok pendekatan kaum realis antara lain; hukum adalah alat untuk
mencapai tujuan-tujuan sosial dan hendaknya konsepsi hukum itu menyinggung
hukum yang berubah-ubah dan hukum yang diciptkan oleh pengadilan.Aliran
realisme berpendirian, tidak ada hukum yang mengatur suatu perkara sampai
adanya putusan hakim terhadap perkara itu. Seorang penganut aliran ini, John
Chipman Gray mengatakan Undang-Undang tidak merupakan sumber hukum yang
terpenting, tetapi hakim adalah pusat dari sumber hukum. Di Amerika Serikat,
Inggris, dan Afrika Selatan para hakim terikat pada keputusan-keputusan hakim
yang lebih tinggi atau setingkat dengannya. Di sana peradilan (judge-made law) merupakan sumber hukum
yang sangat penting, oleh karena suasana hukum yang demikian di Amerika Serikat
timbul aliran realisme.
Aliran
realism hukum diprakarsai oleh Oliver Wendell Holmes (1841-1935), Jerome Frank
(1889-1957), dan Karl N. Llewellyn (1893-1962), ketiganya orang Amerika
Serikat. Mereka terkenal dengan konsep yang radikal tentang proses peradilan
dengan menyatakan hakim-hakim tidak hanya menemukan hukum, tetapi bahkan
membentuk hukum. Seorang hakim selalu harus memilih, dia yang menentukan
prinsip-prinsip mana yang dipakai dan pihak-pihak mana yang akan menang.
Keputusan hakim seringkali mendahului penggunaan prinsip-prinsip hukum formal. Keputusan
pengadilan dan doktrin hukum selalu dapat diperkembangkan untuk menunjang
perkembangan atau hasil proses hukum. Suatu keputusan pengadilan biasanya
dibuat atas dasar konsepsi-konsepsi hakim yang bersangkutan tentang keadilan
dan dirasionalisasikan di dalam suat pendapat tertulis.
Pokok-pokok
pikiran dari aliran ini banyak dikemukakan oleh Oliver Wendell Holmes dalam
bukunya The Part of the Law. Di dalam buku tersebut, dia menyatakan kewajiban
hukum hanyalah merupakan suatu dugaan bahwa apabila seseorang berbuat atai
tidak berbuat, maka dia akan menderita sesuai dengan keputusan di pengadilan.
Karl N. Llewellyn mengembangkan teori hubungan antara peraturan-peraturan hukum
dengan perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Tugas pokok dari
pengadilan menetapkan fakta dan rekonstruksi kejadian-kejadian yang telah
lampau yang menyebabkan terjadinya perselisihan. Aliran realisme hukum dengan
buah pikirannya mengembangkan pokok-pokok pikiran yang sangat berguna bagi
penelitian yang bersifat interdisipliner terutama dalam penelitian yang
memerlukan kerja sama antara ilmu hukum dengan ilmu-ilmu sosial.
Ada beberapa alasan kenapa lahirnya
aliran Realiame Hukum
a. Adanya gerakan-gerakan untuk menguji
nilai-nilai tradisional yang ada pada tahun 1920 (contoh : adanya anggapan yang
mengatakan bahwa raja yang baik itu pastilah adil, dan anggapan yang dipercayai
oleh masyarakat tersebut ternyata adalah salah);
b. Munculnya ilmu-ilmu perilaku seperti psikologi
sebagai salah satu contohnya;
c. Banyanya disparitas putusan-putusan. Sehingga
munculnya ketidakpercayaan terhadap hukum diatas kertas, dan menumbuhkan rasa
kepercayaan kepada hukum yang berdasarkan fakta yang real.
Tokoh- tokohnya diantaranya adalah
Karl Llewellyn dan Jerome frank
9 point of departure from common to
realis (Llewellyn)
1. Bahwa hukum tidak stabil
(momentary), namun terus bergerak;
2. Bahwa konsepsi hukum selalu tentang
masyarakat, sehingga hukum harus bermanfaat bagi masyarakat (social end);
3. Hukum bergerak lebih lambat dari
masyarakat ;
4. Hukum adalah tumpul karena tidak
dapat menyentuh orang-orang yang memiliki harta
Pendapat ini kembali dikerucutkan
kedalam 4 hal terpenting :
· Realisme bertolak
belakang dengan formal law
· Hukum bergerak dan
dibuat oleh hakim
· Hukum adalah demi kepentingan
masyarakat
· Hakim adalah manusia
biasa
Menurut
Llewellyn, realisme bukanlah merupakan suatu aliran di dalam filsafat hukum,
tetapi hanyalah merupakan suatu gerakan dalam cara berpikir tentang hukum.
Adapun ciri-ciri dari gerakan ini adalah :
1) Realisme
bukanlah suatu aliran /mazhab. Realisme
adalah suatu gerakan dalam cara berpikir dan cara bekerja tentang hukum.
2) Realisme
adalah suatu konsepsi mengenai hukum yang berubah-ubah dan sebagai alat untuk
mencapai tujuan sosial, maka tiap bagiannya harus diselidiki mengenai tujuan
maupun hasilnya.
3) Realisme
mendasarkan ajarannya atas pemisahan sementara antara sollen d an sein untuk
keperluan suatu penyelidikan. Agar penyelidikan itu mempunyai tujuan maka
hendaknya diperhatikan adanya nilai-nilai dan observasi terhadap nilai-nilai
itu haruslah seumum mungkin dan tidak boleh dipengaruhi oleh kehendak observer
mauoun tujuan-tujuan kesusilaan.
4) Realisme
tidak mendasarkan pada konsep-konsep hukum tradisional oleh karena realisme
bermaksud melukiskan apa yang dilakukan sebebnarnya oleh pengadilan-pengadilan
dan orang-orangnya. Untuk itu dirumuskan definisi-definisi dalam
peraturan-peraturan yang merupakan ramalan umum tentang apa yang akan
dikerjakan oleh pengadilan-pengadilan. Sesuai dengan keyakinan ini, maka
realisme mencipatakan penggolongan-penggolongan perkara dan keadaan-keadaan
hukum yang lebih kecil jumlahnya daripada jumlah penggolongan-penggolongan yang
ada pada masa lampau.
5) Gerakan
realisme menekan pada perkembangan setiap bagian hukum haruslah diperhatikan
dengan saksama mengenai akibatnya.
Pendekatan
yang harus dilakukan oleh gerakan realisme untuk mewujudkan program tersebut di
atas telah digariskan sebagai berikut :
a)
Keterampilan diperlukan bagi seseorang
dalam memberikan argmentasinya yang logis atas putusan-putusan yang telah
diambilnya bukan hanya sekedar argumen-argumen yang diajukan oleh ahli hukum
yang nilainya tidak berbobot.
b)
Mengadakan perbedaan antara
peraturan-peraturan dengan memperhatikan relativitas makna peraturan-peraturan
tersebut.
c)
Menggantikan kategori-kategori hukum
yang bersifat umum dengan hubungan-hubungan khusus dari keadaan-keadaan yang
nyata.
d)
Cara pendekatan seperti tersebut di atas
mencakup juga penyelidikan tentang faktor-faktor/unsur-unsur yang bersifat
perseorangan maupun umum dengan penelitian atas kepribadian sang hakim dengan
diserta data-data statistic tentang ramalan-ramalan apa yang akan diperbuat
oleh pengadilan dll.
Mengenai aliran Pragmatic Legal Realism
yang berkembang pada waktu itu dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu:
1)
Aliran Realisme Hukum Amerika
Tokoh-tokohnya adalah Oliver Wendell
Holmes dan Jerome Frank. “The path of
Law” berasal dari Holmes, sedang “Law
in the modern mind” berasal dari Jerome Frank. Sifat normatif hukum agak
dikesampingkan. Hukum pada hakekatnya adalah berupa pola perilaku/tindakan
(pattern of behaviour) nyata dari hakim dan petugas/pejabat hukum (law officials) lainnya. Pendorong utama
perilaku Hakim atau pejabat-pejabat hukum segarusnya berpijak pada moral
positif dan kemaslahatan masyarakat (social
advanrage). Bagi Frank, hukum dapat dibagi menjadi dua, yaitu hukum yang
senyatanya dan hukum yang mungkin (actual
law and probable law). Peraturan-peraturan hukum dan asas-asas hukum tidak
lain adalah semacam stimuli yang mempengaruhi perilaku hakim yang dapat dilihat
dalam putusan-putusan hakim, di samping faktor-faktor lain, yakni, prasangka
politis, ekonomis, dan moril, simpati maupun antipati pribadi (Frank). Terhadap
sikap yang agak ekstrim dari kedua tokoh tersebut, yakni Roscoe Pound dan
benjamin Cardozo dalam bukunya yang berjudul “The nature of the juridical process” mengambil pendirian yang
lebih moderat, yakni wawasan sosiologis.
2)
Aliran Realisme Skandinavia
Di Skandinavia, para sarjana hukum modern
mengembangkan cara berfikir tentang hukum yang memiliki ciri khas ala
Skandinavia yang tidak ada persamaannya di negara-negara lain. Walaupun istilah
realisme sering dipergunakan untuk gerakan cara berfikir di Skandinavia akan
tetapi persamaan nama dengan gerakan cara berfikir di Amerika Serikat, hanyalah
sebatas persamaan nama saja. Realisme Skandinavia adalah dasar-dasar filsafat
yang memberikan kritik-kritik terhadap dasar-dasar metafisika hukum (Skandinavian realism is essentialy a
philosophical critique of the metaphysical foundations law). Gerakan ini
menolak cara pendekatan yang dipergunakan oleh kaum realis Amerika Serikat yang
mempunyai nilai rendah. Dalam caranya memberi kritik dan pengupasan prinsip-prinsip
pertama yang seringkali sangat abstrak, grakan realis mempunyai ciri-ciri yang
mirip sekali dengan ciri-ciri Filsafat Hukum Eropa. Adanya persamaan cara
pendekatan antara penganut-penganut gerakan relaisme Skandinavia diusebabkan
oleh pengaruh dari Axel Hagestrom terhadap tokoh-tokoh gerakan realisme
Skandinavia pada waktu itu, yaitu Oliverscrona, Lundstedt, sekalipun pengaruh
Axel tidak sebesar Ross.
Para ahli hukum tersebut di atas menolak
adanya pengertian-pengertian mutlak tentang keadilan yang menguasai dan yang
memberi pedoman pada sistem-sistem hukum positif. Mengenai nilai-nilai hukum
gerakan realisme Skandinaviamempunyai pendirian yang sama dengan filsafat
relativisme; mereka menolak pendirian yang mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan
tentang hukum dapat disalurkan secara memaksa dari prinsip-prinsip tentang
keadilan yang tidak dapat diubah.
Menureut Friedman,[1]
keberadaan realisme Skandinavia telah memberikan sumbangan yang amat besar
kepada teori hukum, yaitu tentang penggunaan pengertian kehendak kolektif, satu
kehendak umum atau kehendak negara (a
collective or general will or of the state) oleh ilmu hukum analitis.
Menurut Hargerstrom dan kawan-kawan, pengertian-pengertian tersebut adalah
semacam satu pengertian gaib yang dipergunakan mereka untuk memberi dasar hukum
pada kemahakuasaan orang-orang yang memegang perintah negara; dan cara mereka
membuktikan legitimitas (dasar hukum) kekuasaan negara tersebut menurut
Hargerstrom dan kawan-kawan adalah pada dasarnya sama dengan cara-cara yang
dipergunakan filsafat hukum kodrat.
BAB III
KESIMPULAN
A.
KESIMPULAN
Jadi, aliran
Sosiological Yuresprudence dan aliran Realisme Hukum (Legal Realism) sama- sama
berkembang dan sama- sama membahas tentang hukum yang ada di masyarakat. Hanya
saja dalam aliran Sosiological Yurisprudence membahas tentang hukum yang berkembang atau
yang ada di masyrakat itu sendiri, sedangkan aliran Realisme Hukum membahas
semua program ilmu hukum yang hampir tidak terbatas, misalnya keperibadian manusia, lingkungan sosial,
keadaan ekonomi, kepentingan bisnis, gagasan yang sedang berlaku, emosi-emosi
yang umum, semua ini adalah pembentuk hukum dan hasil hukum dalam kehidupan.
No comments:
Post a Comment