Makalah Netralitas, Yurisdiksi, dan Imunitas Dalam Hubungan Internasional
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Hubungan antar negara menyangkut berbagai aspek
dalam kehidupan. Termasuk dengan berkembangnya diberbagai bidang kehidupan,
namun dalam perkembangannya hampir setiap bidang mempunyai nuansa internasional
dan disentuh oleh hukum internasional.
Salah satu pembahasan dalam memaparkan berbagai
hubungan yang terjadi di dunia ini adalah hubungan internasional, yaitu dengan
mempelajari manusia dan kebudayaan yang berbagai masyarakat diseluruh dunia.
Hubungan internasional adalah kunci utama negara atau dasar–dasar negara
sebagai dari salah satu bagian dari interaksi negara-negara dalam dunia
internasional, dimana negara sebagai aktor utama.
Dengan semakin berkembangnya hubungan
antar negara, maka dirasakan dari setiap negara perlu untuk mengetahui beberapa
dalam melakukan hubungan internasional salah satunya masalah netralitas,
yurisdiksi dan imunitas dalam hubungan internasional.
Menurut
starke yang dimaksud negara netral adalah suatu negara yang kemerdekaan ,
politik dan wilayahnya dengan kokoh dijamin oleh suatu perjanjian bersama
negara-negara besar(the great power). Negara-negara ini tdak akan pernah
berpegang melawan negara lain, kecuali untk pertahanan diri , dan tidak akan
pernah mengadakan perjanjian aliansi yang dapat menimbulkan peperangan
Negara-negara netral adalah negara yang membatasi dirinya
untuk tidak melibatkan diri dalam berbagai sengketa yang terjadi dalam
masyarakat internasional. Netralitas ini mempunyai beberapa arti dan haruslah
dibedakan pengertian netralitas tetap dan netralitas sewaktu-waktu, politik
netral atau netralitas positif.
Pada awalnya Yurisdiksi merupakan konsekuensi logis dari
kedaulatan negara atas wilayahnya. Yurisdiksi negara atas individu, benda dan
lain-lain dalam batas wilayahnya (teritorial daratan, laut dan udara) pada
akhirnya dapat berkembang/meluas melalui batas-batas negara (perluasan atas
individu dan benda-benda yang terletak dinegara lain).
“Yurisdiksi” berasal dari bahasa Inggris “Jurisdiction”.
“Jurisdiction” sendiri berasal dari bahasa Latin “Yurisdictio”, yang terdiri
atas dua suku kata, yuris yang berarti kepunyaan menurut hukum, dan diction
yang berarti ucapan, sabda, sebutan, firman. Jadi, dapat disimpulkan yurisdiksi
berarti : kepunyaan seperti yang ditentukan oleh hukum, hak menurut hukum,
kekuasaan menurut hukum, dan kewenangan menurut hukum.
HakimunitasinidiberikanolehhukuminternasionalberdasarkanGenewa
Convention on Diplomatic Relation 1961
(konvensiJenewaTentangHubunganDiplomatik). Kekebalaninidiberikankarena
wakil-wakil diplomatic merupakan suatu Negara yang merdeka dan berdaulat yang
hak-haknya dijamin hukum internasional (united Nations Charter).
Hak imunitas diberikan sepanjang
perwakilan Negara-negara melakukan tindakan-tindakan public dalam kerangka
pelaksanaan hubungan dengan negaranya sebagai Negara pengirim (Sending State)
dengan Negara tempat perwakilannya berada di Negara penerima (Receiving
State).
1.2
Rumusan Masalah
a.
Bagaimana
konsep Netralitas dalam hubungan internasional?
b.
Bagaimana
konsep Yurisdiksi dalam hubungan internasional?
c.
Bagaimana
konsep Imunitas dalam hubungan internasional?
1.3
Tujuan Penulisan
a.
Untuk
memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Hubungan Internasional.
b.
Mendeskripsikan
masalah Netralitas, Yurisdiksi, dan Imunitas dalam hubungan internasional
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Netralitas
Netralitas
merupakan status hukum untuk tidak melibatkan diri dalam perang serta
menetapkan hak dan kewajiban tertentu terhadap negara yang berperang. Netralitas
mendapatkan bentuknya yang tegas pada awal abad ke-16, yaitu pasca kekalahan
berat yang dialami negara-negara konfederasi Swiss dalam pertempuran di
Marignano (1515) melawan Milano. Dalam “Dekrit Zürich” yang berisi instruksi
kepada negara-negara konfederasi untuk menjauhkan diri dari berbagai konflik
bersenjata yang sering berkecamuk di kalangan negara tetangga, dan ditandangani
pada tahun 1563, istilah “netralitas” pertama kali digunakan.
Namun
formalitas dari status ini baru diakui dan dijamin oleh Eropa setelah Perang
Napoleon pada tahun 1815. Dalam perkembangannya, netralitas dinyatakan sebagai
sikap dalam menghadapi suatu keadaan yang tunduk pada hukum perang
internasional. Masyarakat internasional (1907) telah merumuskan hak dan
kewajiban negara netral pada saat perang. Sedangkan pada saat damai
negara-negara ini menentukan sendiri aturan main mereka, namun mereka tetap
tidak boleh bergabung dengan blok militer semisal NATO.
Netral
berarti non partisipasi dalam kegiatan perang (netralitet) dan bukan perang
(kuasi netralitet). Netralitet menunjukkan sikap sesuatu negara yang tidak
turut berperang dengan negara-negara yang berperang dan bermusuhan dan negara
berperang wajib menghormati kekebalan wilayah netral.
Netralitas
terbagi dua, yaitu: Netralitas tetap adalah negara yang netralitasnya
dijamin dan dilindungi oleh perjanjian-perjanjian internasional seperti swiss
dan austria, sedangkan netralitas sewaktu-waktu adalah sikap netral
yang hanya berasal dari kehendak negara itu sendiri (self imposed)
yang sewaktu-waktu dapat ditanggalkannya. Swedia misalnya, selalu mempunyai
sikap netral dengan menolak mengambil ikatan politik dengan blok kekuatan
manapun. Tiap kali terjadi perang, swedia selalu menyatakan dirinya netral
yaitu tidak memihak kepada pihak-pihak yang berperang. Netralitas swedia tidak
diatur oleh perjanjian-perjanjian internasional, tetapi dalam kebijaksanaan
yang sewaktu-waktu dapat saja ditanggalkannya. Dengan berakhir perang dingin,
swedia dan juga finlandia ikut menjadi anggota uni eropa semenjak 1 januari
1985.
Selanjtnya
adapula politik netral atau netral positif yang kebijaksanaannya dianut oleh
negara-negara berkembang terutama yang tergabung dalam gerakan non blok.
Negara-negara tersebut bukan saja tidak meihak kepada blok-blok kekuatan yang
ada tetapi juga dengan bebas memberikan pandangan dan secara aktif mengajukan
saran dan usul penyelesaian atas masalah-masalah yang dihadapi dunia demi
tercapainya keharmonisan dan terpeliharanya perdamaian dalam masyarakat
internasional.
Swiss adalah
contoh negara netral yang tetap idiil, karena keadaan geografisnya semenjak
lahir telah mempraktikkan politik netral terhadap semua sengketa yang terjadi
di kawasannya. Negara swiss terdiri dari wilayah-wilayah yang diambil dari Negara-negara
tetangganya, yaitu Austria, perancis, dan Italia. Bila dalam suatu sengketa,
swiss memihak kepada salah satu Negara tetangga, Negara tersebut akan menjadi
pecah belah dan diduduki oleh negara-negara tetangga lainnya. Di samping itu,
negara-negara tetangga juga memerlukan swiss sebagai netral untuk menjadi zona
penyangga.
Status
netralitas Swiss (Confederatio Helvetica) berakhir pada 3 Maret 2002 lalu
dengan bergabungnya Swiss ke dalam keanggotaan Perserikatan Bangsa–Bangsa lewat
referendum yang diikuti oleh 12 dari 23 cantoh. Hasilnya, dari 7,2 juta
penduduk Swiss, sebanya 56,4% atau 1.484.818 jiwa mendukung negaranya masuk ke
PBB dan 43,6% atau 1.236.067 jiwa menolak.
Beberapa
pengamat menyebutkan bahwa ada beberapa alasan rakyat Swiss mendukung gagasan
masuk PBB. Pertama, akhir–akhir ini Pemerintah Swiss gencar
mempopulerkan model netralitas yang dianut Swedia dan Austria, yaitu menjadi
anggota PBB sekaligus tanpa harus kehilangan netralitas yang telah dianut sejak
1815 (Swedia) dan 1955 (Austria). Kedua, Pemerintah Swiss senang bisa
mempunyai pengaruh terhadap masalah-masalah internasional, dan keanggotaan di
PBB memberi kesempatan untuk hal ini.
Keanggotaan
Swiss dalam PBB, sesungguhnya bukan hal pertama yang “mengancam” netralitas Swiss.
Sejak akhir Perang Dingin, Swiss telah mendefinisi ulang pemahamannya tentang
netralitas. Beberapa peristiwa terdahulu –penandatanganan nota NATO’s
Partnership for Peace (1996); pengiriman unarmed Swiss
volunteers ke Kosovo (1999) sebagai bagian dari pasukan penjaga
perdamaian; dan pengiriman armed Swiss peacekeepers ke Kosovo
(Oktober 2002) pasca referendum Juni 2001 yang mengizinkan tentara-tentara
Swiss mengambil bagian dalam misi menjaga perdamaian internasional– terus
menuai perdebatan tentang bagaimana menyelaraskan netralitas dengan sebuah
peran internasional. Dalam proses ini, sesungguhnya ada pola variasi yang
sistematis –mulai dari menjadi partner NATO untuk perdamaian, peningkatan
status unarmed Swiss volunteers menjadi armed Swiss
peacekeepers, hingga keanggotaan di PBB- dalam kebijakan luar negeri
Swiss yang teridentifikasi sebagai peningkatan kapabilitas Swiss untuk
melindungi kepentingan-kepentingannya dan menerima tanggung jawab dunia.
Lebih
jauh, keanggotaan Swiss di PBB akan memunculkan beberapa konsekuensi, pertama,
Swiss akan mengkompromikan kedaulatannya dan membuat netralitas sebagai mainan
kelima anggota tetap DK PBB, terutama Amerika Serikat. Kedua,
konsekuensi finansial, terutama dalam hal pengalokasian dana sebesar US$ 300
juta yang disumbangkan Swiss kepada PBB per tahunnya.
A.
Negara-negara
Netral
Negara netral adalah negara yang tidak
memihak pihak manapun pada peperangan, dan berusaha menghindari agar tidak
diserang oleh kedua pihak yang berseteru. Kebijakan kenetralan netral pada
konflik bersenjata. Konsep netral dalam konflik tidak sama dengan gerakan non-blok.
Negara-negara
netral adalah negara yang membatasi dirinya untuk tidak melibatkan diri dalam
berbagai sengketa yang terjadi dalam masyarakat internasional. Netralitas ini
mempunyai beberapa arti dan haruslah dibedakan pengertian netralitas tetap dan
netralitas sewaktu-waktu, politik netral atau netralitas positif.
Menurut
starke yang dimaksud negara netral adalah suatu negara yang kemerdekaan ,
politik dan wilayahnya dengan kokoh dijamin oleh suatu perjanjian bersama
negara-negara besar(the great power). Negara-negara ini tdak akan pernah
berpegang melawan negara lain, kecuali untk pertahanan diri , dan tidak akan
pernah mengadakan perjanjian aliansi yang dapat menimblkan peperangan .
Negara
netral sekarang adalah:
Negara
yang mengklaim netral tapi tak diakui
Mantan
negara netral:
B.
Hak
dan Kewajiban Negara Netral
Netralitas
melahirkan hak dan kewajiban tertentu bagi negara netral yang bersangkutan
maupun bagi pihak ketiga.
Adapun
hak negara netral yang diakui oleh negara yang bertikai adalah:
a.
Bebas dari pelanggaran
wilayah;
b.
Berhak untuk tidak dilibatkan
dalam perang
c.
Menerima asas netral
yang tidak memihak; dan
d.
Bebas dari intervensi
di bidang komersial hingga batas sanksi ekonomi yang ditentukan oleh hukum
internasional.
Sedangkan
kewajiban Negara netral antara lain mencakup:
a.
Bersikap tidak memihak;
b.
Tidak memihak dalam
perang
c.
Mempertahankan diri
tehadap semua usaha yang mengancam netralitasnya.
d.
Menahan diri untuk
tidak memberikan bantuan kepada pihak yang berperang;
e.
Menolak pemakaian
wilayahnya oleh pihak yang berperang; dan
f.
Mengizinkan negara yang
berperang untuk terlibat dalam kegiatan komersial hingga batas yang ditentukan
oleh hukum internasional.
C.
Istilah-istilah
dalam Hukum Netralitas
a. Kontrabande
ialah barang-barang yang tidak diperkenankan diperdagagngkan oleh salah satu
pihak yang berperang karena membantu pihak lawan dalam peperangan.
b. Blokade
ialah suatu kondisi apabila salah satu pihak dalam peperangan
menghalang-halangi jalan masuk ke pelabuhan pihak lawan, agar dapat mencegah
pemasukan atau keluarnya kapal-kapal atau pesawat terbang segenap bangsa.
D.
Dasar
Rasional Netralitas
Netralitas memiliki rasional yang
dibenarkan oleh hukum intemasional sebagai berikut.
a. Melokalisir
peperangan
b. Mengurangi
peperangan
c. Memungkinkan
negara menjauhi diri dari peperangan
d. Menertibkan
Hukum Intemasional
E.
Dasar Hukum
Netralitas
Dasar hukum
netralitas terdapat dalam tiga dokumen yuridi, yaitu:
a.
Pernyataan bersama tanggal 25 maret
1815 oleh inggris, perancis, portugal, prusia, spanyol, swedia, dan rusia
sewaktu kongres wina yang mengakui dan menjamin netralitas swiss. Pernyataan
tersebut diterima oleh negara tersebut tanggal 27 mei tahun yang sama.
b.
Pasal 84 act the vienna conggress
dan pernyataan tanggal 20 november 18185 oleh negara-negara yang memang
perang melawan napoleon bonaporte.
c.
Pasal 435 treaty Versailles yang
menegaskan lagi netralitas tersebut.
F. Kewajiban Negara Yang
Memberikan Netralisasi
Kewajiban negara
yang memberikan netralisasi ad alah sebagai berikut:
a. Tidak
menyerang atau mengancam wilayah negara netral.
b. Melakukan
intervensi dengan kekuatan militer
apabila dengan negara netral ini diserang oleh negara lainnya dan negra –negara penjamin ini
diminta pertolongannya
2.2 Konsep Yurisdiksi
Jurisdiksi adalah kekuasaan atau kewenangan hukum
negara terhadap orang , benda atau peristiwa (hukum).pada prinsipnya negara
memiliki kekuasaan untuk mengatur hubungan hukum yang dilakukan oleh orang
(warga negra atau warga negara asing) yang berada di wilayahnya . Negara pun
memilik wewenang yang sama untuk mengatur benda-benda atau pristiwa-peristiwa
(hukum) yang terjadi di di wilayah nya.
Jurisdiksi merupakan refleksi dari prinsif dasar kedaulatan
negara , persamaan derajat negara dan prinsif tidak campurtangan suatu negara
terhadap urusan domestik negara lain. Prinsif-prinsif tersebut tersirat dari
prinsif hukum”par in parem non babet inperium” artinya para pihak (negara) yang
sama kedudukannya tidak mempunyai jurisdiksi terhadap pihak lainnya (equals do
not have jurisdiction over each other).
Pada awalnya Yurisdiksi merupakan konsekuensi logis
dari kedaulatan negara atas wilayahnya. Yurisdiksi negara atas individu, benda
dan lain-lain dalam batas wilayahnya (teritorial daratan, laut dan udara) pada
akhirnya dapat berkembang/meluas melalui batas-batas negara (perluasan atas
individu dan benda-benda yang terletak dinegara lain).
“Yurisdiksi” berasal dari bahasa Inggris “Jurisdiction”.
“Jurisdiction” sendiri berasal dari bahasa Latin “Yurisdictio”, yang terdiri
atas dua suku kata, yuris yang berarti kepunyaan menurut hukum, dan diction yang
berarti ucapan, sabda, sebutan, firman. Jadi, dapat disimpulkan yurisdiksi
berarti : kepunyaan seperti yang ditentukan oleh hukum, hak menurut hukum,
kekuasaan menurut hukum, dan kewenangan menurut hukum. Secara singkat dan
sederhana, yurisdiksi dapat diartikan sebagai kepunyaan seperti apa yang
ditentukan atau ditetapkan oleh hukum atau dengan singkat dapat diartikan
“kekuasaan atau kewenangan hukum” atau “kekuasaan atau kewenangan berdasarkan
hukum”.
Selain dari itu, Yuridiksi juga berasal dari kata latin
yaitu Yurisdictio, yuris artinya kepunyaan hukum dan dictio artinya ucapan .
Berarti yuridisi adalah kekuasaan/hak/kewenanagan menurut hukum, sedangkan
Yuridiksi negara adalah kekuasaan/hak/kewenangan suatu negara untuk menetapkan
dan memaksakan hukum yang dibuat oleh negara itu sendiri. Yuridiki merupakan
refleksi dari kadaulatan.
Hanya negara berdaulat yang dapat memiliki yuridiksi
menurut HI. Kedaulatan dalam HI mengandung 2 aspek :
a.
Intern,
yakni kekuasaan tertinggi untuk mengatur segala sesuatu yang ada/terjadi dala
batas-batas wilayahnya.
b.
Ekstern,
yakni kekuasaan tertinggi untuk mengadakan hubungan dengan masyarakat
internasional dan mengatur segala sesuatu yang berada atau terjadi di luar
wilayah negaranya yang berkaitan dengan kepentingan negaranya, dan dengan
mengingat HI dan HN negara lain.
Dengan demikian Yuridiksi negara menurut HI adalah
hak/kekuasaan/kewenangan negara berdasar HI untuk mengatur orang,
benda/tindakan-tindakan/peristiwa yang tidak secara eksklusif merupakan masalah
dalam negeri (mengadung aspek internasional).
Negara dikatakan berdaulat (sovereian) karena kedaulatan
merupakan suatu sifat atau ciri hakiki negara. Negara berdaulat berarti negara
itu mempunyai kekuasaan tertentu. Negara itu tidak mengakui suatu kekuasaan yang
lebih tinggi daripada kekuasaannya sendiri dan mengandung 2 (dua) pembatasan
penting dalam dirinya:
a.
Kekuasaan
itu berakhir dimana kekuasaan suatu negara lain mulai.
b.
Kekuasaan
itu terbatas pada batas wilayah negara yang memiliki kekuasaan itu.
Konsep kedaulatan, kemerdekaan dan kesamaan derajat tidak
bertentangan satu dengan lain bahkan merupakan perwujudan dan pelaksanaan
pengertian kedaulatan dalam arti wajar dan sebagai syarat mutlak bagi
terciptanya suatu masyarakat Internasional yang teratur.
Jurisdiksi suatu negara didalam wilayah nya dapat terbagi
atau taergambarkan oleh kekuasaan negara sebagai berikut:
a.
Kekuasaan
membuat peraturan atau peundang-undangan yang mengatur hubungan atau status
hukum orang atau peristiwa – peristiwa hukum didalam wilayahnya . kewenangan
seperti ini biasanya dilaksanakan oleh badan legislatif sehingga acapkali
disebut pula sebagai jurisdiksi legislatif atau preskriftif .
b.
Kewenangan
negara untuk menaksakan atau menegakan (enforce) agar subyek hukum menaati
peraturan(hukum). Tindakan pemaksaan ini dilakukan oleh badan eksekutf negara
yang umumnya tanfak pada bidang-bidang ekonomi, misalnya kekuasaan untuk
menolak atau memberikan izin ,subsidi, kontrak-kontrak,dll. Jurisdiksi ini
disebut sebagai jurisdiksi eksekutif . adapula sarjana ang menyebutkan dengan
enforcement jurisdiction ( jurisdiksi penegakan ).
c.
Kekuasaan
( pengadilan ) untuk mengadili orang (subyek hukum) yangmelangar peraturan atau
perundang-undanangan . kekuasaan ini disebut pula sebagai judicial jurisdiktion
(jurisdiksi pengadilan).
Disamping itu pula, ada beberapa orang (subyek hukum)
tertentu memiliki kekebalan terhadap jurisdiksi wilayah suatu negara meskipun
mereka berada didalam negara tesebut. Misalnya, seorang diplomat , kepala
negara atau angkatan bersenjata.jurisdiksi dapat dibedakan antara jurisdiksi
perdata dan jurisdiksi pidana . jurisdiksi perdata adalah kewwenangan hukum
pengadilan terhadap perkara-perkara yang menyangkut keperdataan baik yang
bersifat nasional, maupun internasional( yaitu bila para pihak atau obyek
perkaranya terdapat unsur hukum asing ).
Jurisdiksi pidana adalah kewenangan (hukum) pengadilan terhadap perkara-perkara
yang bersifat kepidaan, baik yang tersangkut di dalamnya usur asing maupun
tidak.
Menurut Adolf, berdasarkan hak,
kekuasaan dan kewenangan mengaturnya, yurisdiksi suatu negara di dalam wilayah
negaranya dapat terbagi sebagai berikut:
a.
Yurisdiksi
Legislatif, yaitu kekuasaan membuat peraturan atau perundang-undangan yang
mengatur hubungan atau status hukum orang atau peristiwa-peristiwa hukum di
dalam wilayahnya. Kewenangan seperti ini biasanya dilaksanakan oleh badan
legislatif sehingga acapkali disebut pula sebagai yurisdiksi legislatif atau
preskriptif (legislative jurisdiction atau prescriptive jurisdivtion).
b.
Yurisdiksi
Eksekutif, yaitu kekuasaan negara untuk memaksakan atau menegakkan (enforce)
agar subyek hukum menaati hukum. Tindakan pemaksaan ini dilakukan oleh badan
eksekutif negara yang umumnya tampak pada bidang-bidang ekonomi, misalnya
kekuasaan untuk menolak atau memberi izin, kontrak-kontrak, dan lain-lain.
c.
Yurisdiksi
Yudikatif, yaitu kekuasaan pengadilan untuk mengadili orang (subyek hukum) yang
melanggar peraturan atau perundang-undangan disebut pula sebagai Judicial
jurisdiction.
B.
Prinsip-Prinsip
Dalam Yurisdiksi Negara
1.
Azas
Teritorial
Menurut
prinsip yurisdiksi teritorial, negara mempunyai yurisdiksi terhadap semua
persoalan dan kejadian di dalam wilayahnya. Prinsip ini adalah prinsip yang
paling mapan dan penting dalam hukum internasional. Menurut Hakim Lord
Macmillan suatu negara memiliki yurisdiksi terhadap semua orang, benda,
perkara-perkara pidana atau perdata dalam batas-batas wilayahnya sebagai
pertanda bahwa negara tersebut berdaulat (Starke, 1984).
Azas
yurisdiksi Teritorial diterapkan dalam:
1.
Hak Lintas di laut territorial
Di laut teritorial
negara mempunyai yurisdiksi baik perdata maupun pidana.Berkaitan dengan
diakuinya right of innocent passage bagi kapal asing di kawasan ini, menurut
Pasal 27 dan 28 Konvensi Hukum laut 1982 (ditujukan untuk kapal dagang dan
kapal pemerintah untuk tujuan komersial), yurisdiksi kriminal negara pantai
tidak dapat dilaksanakan di atas kapal asing yang sedang melintas di laut
teritorial untuk menangkap siapapun atau untuk mengadakan, penyelidikan
sehubungan dengan kejahatan yang dilakukan di atas kapal tersebut selama kapal
itu melakukan lintasan, kecuali:
a. Jika
akibat kejahatan dirasakan di negara pantai
b. Jika
kejahatan termasuk jenis yang mengganggu kedamaian dan ketertiban negara pantai
c. Jika
negara pantai dimintai bantuan oleh nahkoda kapal/wakil diplomatik atau
konsuler negara bendera.
d.
Jika berkaitan dengan perdagangan
narkotika
2.
The Floating island di
laut teritorial
Yurisdiksi penuh negara
pantai tidak berlaku bagi kapal negara lain dan kapal-kapal pemerintah asing
non komersial yang sering melakukan lintasan di laut teritorial. Dua jenis
kapal ini menikmati kekebalan terhadap kedaulatan negara.
3.
Pelabuhan
Pelabuhan merupakan
bagian dari perairan pedalaman negara pantai. Negara pantai mempunyai
yurisdiksi penuh terhadap kapal asing yang masuk ke pelabuhannya, kecuali
masalah intern economy kapal tersebut.
4.
Terhadap orang Asing
Tidak ada perlakuan
khusus/istimewa warga negara asing di suatu negara, sehingga yurisdiksi negara
teritorial berlaku terhadapnya, kecuali ada alas hak immunitas yang
dimilikinya.
5.
Terhadap pelaku tindak
pidana
Negara yang paling
berwenang terhadap pelaku tindak pidana adalah negara yang ketertiban sosialnya
paling terganggu/wilayahnya dipakai sebagai tempat dilaksanakannya kejahatan.
Perluasan
Teknis Yurisdiksi Teritorial
Makin tingginya
teknologi transportasi dan komunikasi mengakibatkan makin kompleksnya
masalah-masalah yurisdiksi. Untuk mengatasinya ada 2 prinsip perluasan secara
teknis yurisdiksi teritorial:
1. Prinsip
teritorial subyektif
Prinsip ini
diterapkan oleh suatu negara ketika menghadapi suatu tindak pidana yang dimulai
di wilayahnya, tapi diselesaikan di wilayah negara lain. Prinsip ini untuk
mengantisipasi tidak berlakunya yurisdiksi teritorial karena tindak pidana di
atas hanya dianggap sebagai perbuatan tambahan/pembantuan/percobaan terhadap
tindak pidana pokok. Konvensi yang melahirkan prinsip ini adalah Geneva
Convention for Supression of Counterfeiting Currency 1929, dan Geneva
Convention for Supression of Illict Traffic Drug 1936.
2. Prinsip
teritorial obyektif
Prinsip ini
diterapkan oleh suatu negara terhadap tindak pidana yang dilakukan di negara
lain, tapi:
a. dilaksanakan/diselesaikan
di wilayahnya
b.
menimbulkan akibat yang
sangat berbahaya bagi ketertiban sosial dan ekonomi dalam wilayahnya.
2. Azas Nasionalitas (Personal)
Menurut
prinsip yurisdiksi personal, suatu negara dapat mengadili warga negaranya
karena kejahatan yang dilakukannya di mana pun juga. Sebaliknya, adalah
kewajiban negara untuk memberikan perlindungan diplomatik kepada warga
negaranya di luar negeri. Ketentuan ini telah diterima secara universal (Starke,
1984).
Yurisdiksi
dengan prinsip nasionalitas sudah diterima secara universal. Prinsip ini
terdiri dari 2 bagian :
a. Prinsip
nasionalitas aktif, negara memiliki yurisdiksi terhadap WN-nya yang melakukan
tindak pidana di luar negeri. Negara-negara kontinental menerapkan prinsip ini
secara luas, dimana negara memiliki yurisdiksi terhadap setiap bentuk kejahatan
yang dilakukan oleh WN-nya, dimanapun ia berada. Adapun negara dengan sistem
common law membatasi yurisdiksinya hanya terhadap kejahatan yang sangat serius
seperti pembunuhan, penghianatan pada negara, dll.
b.
Prinsip nasionalitas
pasif, negara memiliki yurisdiksi untuk mengadili orang asing yang melakukan
tindak pidana terhadap WN-nya di luar negeri.
3.
Azas
Perlindungan
Berdasarkan
prinsip yurisdiksi perlindungan, suatu negara dapat melaksanakan yurisdiksinya
terhadap warga-warga asing yang melakukan kejahatan di luar negeri yang diduga
dapat mengancam kepentingan keamanan, integritas, dan kemerdekaan negara.
Penerapan prinsip ini dibenarkan sebagai dasar untuk penerapan yurisdiksi suatu
negara. Latar belakang pembenaran ini adalah perundang-undangan nasional pada
umumnya tidak mengatur atau tidak menghukum perbuatan yang dilakukan di dalam
suatu negara yang dapat mengancam atau mengganggu keamanan, integritas, dan
kemerdekaan orang lain.
4.
Azas
Universal
Menurut
prinsip ini, setiap negara mempunyai yurisdiksi terhadap tindak kejahatan yang
mengancam masyarakat internasional. Yurisdiksi ini lahir tanpa melihat dimana
kejahatan dilakukan atau warga negara yang melakukan kejahatan. Lahirnya
prinsip yurisdiksi universal terhadap jenis kejahatan yang merusak terhadap
masyarakat internasional sebenarnya juga disebabkan karena tidak adanya badan
peradilan internasional yang khusus mengadili kejahatan yang dilakukan orang-perorang
(individu).
2.3 Konsep Imunitas
Hak imuunitas ini diberikan oleh hukum
internasional berdasarkan Genewa Convention on Diplomatic Relation 1961
(konvensi Jenewa Tentang Hubungan Diplomatik).
Jenis-jenis Hak Imunitas Dalam kaitannya dengan Personalitas
Hukum dan Pengakuan, subyek hukum internasional menikmati semacam keistimewaan atau
hak-hak tertentu, baik dari hukum nasional maupun hukum internasional.Keistimewaan
tersebut salah satunya adalah imunitas terhadap proses hukum dari peradilan negara
lain yang dapat dinikmati oleh negara- negara dan organisasi internasional.
Hak imunitas ini dapat di bagi menjadi dua, yaitu :
a. Imunitas negara
(state immunity)
Imunitas Negara Kepala negara,
sebagai bagian dari pengertian pejabat negara, sering diidentikkan dengan souvereign
immunity dalam ha lperolehan kekebalan hukum. Imunitas diberikan kepada pejabat
negara, terutama kepala negara, karena kepala negara merupakan gambaran atau perlambangan
dari negara yang bersangkutan. Hal ini menempatkan kepala negarase bagai perlambangan
kedaulatan suatu negara berdaulat baik di dalam negeri maupun di luar negeri.Arti
pemberian imunitas itu sendiri memiliki makna bahwa dengan kekebalan hukum,
kepala negara memiliki kompetensi untuk mengambil tindakan-tindakan yang
dianggap penting dalam mewujudkan tertibnya kehidupan kenegaraan serta meningkatkan
harkat dan martaba tnegaranya di lingkungan dunia internasional. Pemberian hak imunitas
kepada kepala negara tidak dapat dilepaskan dari teori imunitas negara.Teori ini
menempatkan posisi bahwa suatu negara memiliki kekebalan di hadapan pengadilan,
baik itu nasional maupun asing. Sehingga imunitas kedaulatan negara pada dasarnya
adalah tidak dapat dilakukannya penuntutan terhadap seorang raja atau kepala negara.Perkembangan
ini menegaskan bahwa imunitas pribadi raja adalah imunitas
negara.
b.
Imunitas
diplomatic dan konsuler.
Imunitas diplomatic dan konsuler adalah Kekebalan yang diberikan kepada wakil-wakil diplomatic pada suatu Negara yang merdeka dan berdaulat
yang hak-haknya dijamin hukum internasional (united Nations Charter).
Negara-negara yang dimaksud memiliki hak khusus (previlege) yang juga dijamin hukum.Hak
privilege ini tidak hanyadiberikan kepada wakil-wakil Negara asing di wilayah
territorial Negara penerima (Receiving State), tetapi juga kepada
Negara-negara lain, seperti hak lintas wilayah udara (penerbangan komersial)
dan hak lintaslaut territorial dan pedalaman (inncocent passage right).
Hak imunitas diberikan
sepanjang perwakilan Negara-negara melakukan tindakan-tindakan public dalam kerangka
pelaksanaan hubungan dengan negaranya sebagai Negara pengirim (Sending State)
dengan Negara tempat perwakilannya berada di Negara penerima (Receiving
State). Dalam hal ini berlaku teori imunitas absolute dalam praktek hubungan
antar Negara, tetapijugamelaksanakanhubunganbisnis yang bersifatperdata,
apabila Negara telah melakukan tindakan-tindakan perdata, maka teori imunitas mutlak
tidak dapat dilakukan lagi, sehingga berlaku teori imunitas relative akibatnya
Negara dalam kapasitas sebagai Ius Gestiones dapatdituntut di forum
pengadilan asing. Pasal 3 ayat (1) Viena Convention 1961 nmenyatakan
“suatu Negara memiliki kekebalan kecuali melakukan tindakan-tindakan yang
berkaitan dengan bisnis.
A.
Korps Perwakilan
Diplomatik dan Korps Perwakilan Konsuler
Korps perwakilan diplomatik dipimpin oleh seorang duta
besar, duta atau oleh seorang kuasa usaha, bertugas mewakili negara pengirim di
negara penerima, melindungi kepentingan negara pengirim di negara penerima,
berunding dengan negara penerima, dan memajukan hubungan persahabatan dalam
berbagai bidang dengan negara penerima.Korps perwakilan konsuler lebih
berperanan dalam memajukan hubungan dagang, kebudayaan dan ilmiah antara negara
pengirim dan penerima.
Hukum Internasional menjamin kekebalan diplomatik atau hak
imunitet bagi korps perwakilan diplomatik dan perwakilan konsuler, Hak-hak
imunitas atau kekebalan yang dimiliki korps perwakilan diplomatik dan konsuler
di antaranya adalah:
a.
Hak
eksteritorialitas yaitu hak kekebalan dalam daerah perwakilan, misalnya pada
kantor kedutaan besar termasuk halaman dan bangunan-bangunannya di mana
terpancang bendera dan lambang negara tersebut. Berdasarkan hukum
internasional, daerah itu dipandang sebagai wilayah negara pengirim sehingga
tidak boleh dimasuki tanpa ijin kepala perwakilan diplomatik negara pengirim.
b.
Hak
kebebasan / kekebalan, setiap anggota korps diplomatik walaupun harus tunduk
kepada hukum dan peraturan negara penerima, tidak dapat dituntut di muka
pengadilan negara penerima.Hak-hak ini diatur dalam Konvensi Wina 1961 tentang
Hubungan Diplomatik dan Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler.
B.
Fungsi
Misi Diplomatik ( menurut Konvensi Wina )
a.
Mewakili negara
pengirim di negara penerima
b.
Melindungi kepentingan
negara pengirim dan warga negaranya di negara penerima dalam batas-batas yang
diijinkan oleh Hukum Internasional
c.
Mengadakan persetujuan
dengan pemerintah negara penerima
d.
Memberikan keterangan
tentang kondisi dan perkembangan negara penerima sesuai dengan undang-undang
dan melaporkan kepada pemerintah negara pengirim
e.
Memelihara hubungan
persahabatan antar kedua negara .
C.
Tingkatan-tingkatan
Perwakilan Diplomatik
a. Duta
besar berkuasa penuh, yaitu perwakilan diplomatik yang mempunyai kekuasaan
penuh dan luar biasa dan biasanya ditempatkan di negara negara yang banyak
menjalin hubungan timbal balik. Di tempat mana duta besar diakreditir, ia
mempunyai kedudukan lebih tinggi dari duta-duta. Duta besar mewakili kepala
negaranya, memberikan perlindungan terhadap kepentingan dan nama baik
negaranya.
b. Duta,
yaitu perwakilan diplomatik yang dalam menyelesaikan persoalan kedua negara
harus berkonsultasi dahulu dengan pemerintahnya.
c. Menteri
Residen, status menteri residen bukan sebagai wakil pribadi kepala negara
melainkan hanya mengurus urusan negara
d. Kuasa
Usaha, adalah perwakilan diplomatik yang tidak diperbantukan kepada kepala
negara, melainkan kepada menteri luar negeri . Di Bedakan menjadi 2 :
a. Kuasa
usaha tetap menjabat kepala dari suatu perwakilan.
b. Kuasa
usaha sementara yang melaksanakan pekerjaan dari kepala perwakilan ketika
pejabat ini belum atau tidak ada di tempat.
D.
Fungsi
Perwakilan Diplomatik (Kongres Wina)
a. Mewakili
negara pengirim di dalam negara penerima.
b. Melindungi
kepentingan negara pengirim dan warga negaranya di negara penerima di dalam
batas batas yang diijinkan oleh hukum internsional.
c. Mengadakan
persetujuan dengan pemerintah negara penerima.
d. Memberikan
keterangan tentang kondisi dan perkembangan negara penerima sesuai dengan UU
dan melaporkan kepada pemerintah negara pengirim.
e. Memelihara
hubungan persahabatan antara kedua negaraMenciptakan pesahabatan yang baik
antar negara dalam mewujudkan pelaksanaan tugas negara perwakilan diplomatik.
E.
Tugas
Pokok Perwakilan Diplomatik
Perwakilan diplomatik ( Duta besar )
meilik tugas pokok yang antara lain sebagai berikut :
a. Menyelenggarakan
hubungan dengan negara lain atau hubungan kepala negara dengan pemerintah
asing.
b. Mengadakan
perundingan masalah masalah yang dihadapi oleh kedua negara itu dan berusaha
untuk menyelesaikannya.
c. Mengurus
kepentingan negara serta warga negaranya di negara lain.
d. Apabila
dianggap perlu dapat bertindak sebagai tempat pencatatan sipil, paspor, dsb.
Sedangkan tugas umum seorang
perwakilan diplomatik adalah mencakup hal-hal berikut :
a. Representasi,
perwakilan diplomatik mewakili kebijakan politik pemerintah negaranya dapat
melakukan protes, mengadakan penyelidikan pertanyaan denganpemerintah negara
penerima.
b. Negoisasi,
untuk mengadakan perundingan atau pembicaraan baik dengan negara dimana ia
diakreditasi maupun dengan negara lain.
c. Observasi,
yaitu untuk menelaah dengan teliti setiap kejadian atau peristiwa di negara
penerimayang mungkin dapat mempengaruhi kepentingan negaranya.
d. Proteksi,
melindungi pribadi, harta benda, dan kepentingan-kepentingan warga negaranya
yang berada di luar negeri
e. Relasi,
untuk meningkatkan hubungan persahabatan antar negara pengirim dengan negara penerima,
baik di bidang ekonomi, kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
F.
Peranan
Perwakilan Diplomatik
a. Menetukan
tujuan dengan menggunakan semua daya upaya dan tenaga dalam mencapai tujuan
tersebut.
b. Menyesuaikan
kepentingan bangsa lain dengan kepentingan nasional sesuai dengan tenaga dan
daya yang ada.
c. Menentukan
apakah tujuan nasional sejalan atau berbeda dengan kepentingan negara lain.
d. Menggunakan
sarana dan kesempatan yang ada dan sebaik baikya dalam menjalankan tugas
diplomatiknya.
G.
Kekebalan Perwakilan Diplomatik
Kekebalan
diplomatik (immunity) bersifat involability (tidak dapat diganggu gugat) antara
alin mencakup :
a.
Pribadi
Pejabat Diplomatik, yaitu mencakup kekebalan terhadap alat kekuasaan negara
penerima, hak mendapat perlindungan terhadap gangguan dari serangan atas
kebebasan dan kehormatannya, dan kekebalan dari kewajiban menjadi saksi.
b.
Kantor
perwakilan (rumah kediaman), yaitu mencakup kekebalan gedung kedutaan, halaman,
rumah kediaman yang ditandai dengan lambang bendera atau daerah ekstrateritorial.
Bila ada penjahat atau pencari suaka politik masuk ke dalam kedutaan, maka ia
dapat diserahkan atas permintaan pemerintah karena para diplomat tidak memiliki
hak asylum, hak untuk memberi kesempatan kepada suatu negara untuk memberi kesempatan
kepada warga negara asing untuk melarikan diri.
c.
Korespodensi
diplomatik, kekebalan yang mencakup dokumen, arsip, surat menyurat, termasuk
kantor diplomatik dan sebagainya kebal dari pemeriksaan.
H.
Keistimewaan Perwakilan Diplomatik
Keistimewaan
Perwakilan Diplomatik sebagaimana diatur dalam Konvensi Wina 1961 dan 1963
mencakup :
a.
Pembebasan
dari kewajiban membayar pajak, yaitu antara lain pajak penghasilan, kekayaan,
kendaraan bermotor, radio, televisi, bumi dan bangunan, rumah tangga, dan
sebagainya.
b.
Pembebasan
dari kewajiban pabean, yaitu antara lain bea masuk, bea keluar, bea cukai
terhadap barang-barang keperluan dinas, misi perwakilan, barang keperluan
sendiri, keperluan rumah tangga, dan sebagainya.
I.
Perbedaan Korps Diplomatik dengan Korps
Konsuler
Korps
Diplomatik
a.
Memelihara
kepentingan negaranya melalui hubungan tingkat pejabat pusat
b.
Berhak
membuat hubungan plitik
c.
Mempunyai
hak ektrateritorial
d.
Satu
negara hanya mempunyai satu perwakilan diplomatik
Korps Konsuler
a.
Memelihara
kepentingan negaranya melalui hubungan tingkat daerah
b.
Membuat
hubungan Non politik
c.
Tidak
mempunyai hak ektrateritorial
d.
Satu
negara dapat memiliki lebih dari satu
J.
Mulai Berlakunya dan Berakhirnya Kekebalan dan Keistimeawan
Diplomatik
Menurut Konvensi Wina 1961 tentang
hubungan diplomatik, setiap orang yang berhak mendapatkan hak istimewa dan
kekebalan diplomatik akan mulai menikmatinya sejak pengangkatannya diberikan
kepada Kementerian Luar Negeri atau kepada kementerian lainnya sebagaimana
mungkin telah disetujui
Berakhirnya
Fungsi Misi Perwakilan DiplomatikKekebalan dan Keistimeawan
Diplomatik antara lain sebagai berikut:
a.
Sudah
habis masa jabatan
b.
Ditarik
kembali oleh pemerintah negaranya
c.
Karena
tidak disenangi (dipersona non grata)
d.
Kalau
negara penerima perang negara pengirim (pasal 43 Konvensi Wina 1961) (Pasal 23,
24, dan 25 Konvesi Wina 1963)
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Netralitas
merupakan status hukum untuk tidak melibatkan diri dalam perang serta
menetapkan hak dan kewajiban tertentu terhadap negara yang berperang.Netral
berarti non partisipasi dalam kegiatan perang (netralitet) dan bukan perang
(kuasi netralitet). Netralitet menunjukkan sikap sesuatu negara yang tidak
turut berperang dengan negara-negara yang berperang dan bermusuhan dan negara
berperang wajib menghormati kekebalan wilayah netral.
Netralitas melahirkan hak dan kewajiban tertentu
bagi negara netral yang bersangkutan maupun bagi pihak ketiga.
Adapun
hak negara netral yang diakui oleh negara yang bertikai adalah:
a. Bebas
dari pelanggaran wilayah;
b. Menerima
asas netral yang tidak memihak; dan
c. Bebas
dari intervensi di bidang komersial hingga batas sanksi ekonomi yang ditentukan
oleh hukum internasional.
d. Sedangkan
kewajiban Negara netral antara lain mencakup:
e. Bersikap
tidak memihak;
f. Menahan
diri untuk tidak memberikan bantuan kepada pihak yang berperang;
g. Menolak
pemakaian wilayahnya oleh pihak yang berperang; dan
h. Mengizinkan
negara yang berperang untuk terlibat dalam kegiatan komersial hingga batas yang
ditentukan oleh hukum internasional.
Yuridiksi juga berasal dari kata latin
yaitu Yurisdictio, yuris artinya kepunyaan hukum dan dictio artinya ucapan .
Berarti yuridisi adalah kekuasaan/hak/kewenanagan menurut hukum, sedangkan
Yuridiksi negara adalah kekuasaan/hak/kewenangan suatu negara untuk menetapkan
dan memaksakan hukum yang dibuat oleh negara itu sendiri. Yuridiki merupakan
refleksi dari kadaulatan.
Menurut Adolf, berdasarkan hak, kekuasaan dan kewenangan
mengaturnya, yurisdiksi suatu negara di dalam wilayah negaranya dapat terbagi
sebagai berikut:
a.
Yurisdiksi
Legislatif
b.
Yurisdiksi
Eksekutif
c.
Yurisdiksi
Yudikatif
Prinsip-Prinsip Dalam Yurisdiksi
Negara terdiri atas
a. Azas
Teritorial
b. Azas
individu
c. Azas
perlindungan dan
d. Azas
universal.
Haki munitas ini dapat dibagi menjadi dua,
yaitu :
a.
Imunitas negara
(state immunity)
Imunitas
Negara Kepala negara, sebagai bagian dari pengertian pejabat negara, sering diidentikkan
dengan souvereign immunity dalam hal perolehan kekebalan hukum. Imunitas diberikan
kepada pejabat negara, terutama kepala negara, karena kepala negara merupakan gambaran
atau perlambangan dari negara yang bersangkutan. Hal ini menempatkan kepala negara
sebagai perlambangan kedaulatan suatu negara berdaulat baik di dalam negeri maupun
di luar negeri. Arti pemberian imunitas itu sendiri memiliki makna bahwa dengan
kekebalan hukum, kepala negara memiliki kompetensi untuk mengambil tindakan-tindakan
yang dianggap penting dalam mewujudkan tertibnya kehidupan kenegaraan serta meningkatkan
harkat dan martabat negaranya di lingkungan dunia internasional.
b.
Imunitasdiplomatikdankonsuler.
Imunitas
diplomatic dan konsuler adalah Kekebalan yang diberikan kepada wakil-wakil diplomatic pada suatu Negara yang merdeka dan berdaulat
yang hak-haknya dijamin hukum internasional (united Nations Charter).
3.2 Saran
Kami memberi
saran kepada dunia pendidikan dan khususnya kepada guru Pendidikan
kewarganegaraan agar mengenai materi Netralitas, yurisdiksi dan imunitas agar
dapat diajarkan kepada peserta didik dengan maksimal supaya para peserta didik
dapat memahaminya dengan baik
DAFTAR PUSTAKA
Starke. J. G. 1984. Pengantar
Hukum Internasional........................:PT Aksara Persada Indonesia.
Adolf Huala. 2002. Aspek-aspek
Negara dalam Hukum Internasional: Bandung. PT Grafindo Persada.
http://unjakreatif.blogspot.com/2010/09/kedaulatan-dan-immunitas-negara-dalam.htmlhttp://unjakreatif.blogspot.com/2010/09/kedaulatan-dan-immunitasnegara-dalam.html
http://blog.beswandjarum.com/sigitandi/resume-azas-azas-yurisdiksi-negara.html
No comments:
Post a Comment