MAKALAH SISTEM PEMILIHAN UMUM (PEMILU)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Salah
satu wujud dari penyelenggaraan demokrasi adalah dengan pemilihan umum.
Berkaitan dengan ini, Samuel P. Huntington dalam Sahid Gatara (2009: 207)
menyebutkan bahwa demokrasi adalah pemilihan para pemimpin secara kompetitif
oleh rakyat yang neraka (bakal) pemimpin.
Pemilihan umum telah dianggap
menjadi ukuran demokrasi karena rakyat dapat berpartisipasi menentukan sikapnya
terhadap pemerintahan dan negaranya. Pemilihan umum adalah suatu hal yang
penting dalam kehidupan kenegaraan. Pemilu adalah pengejewantahan sistem
demokrasi, melalui pemilihan umum rakyat memilih wakilnya untuk duduk dalam
parlemen, dan dalam struktur pemerintahan. Ada negara yang menyelenggarakan
pemilihan umum hanya apabila memilih wakil rakyat duduk dalam parlemen, akan
tetapi adapula negara yang juga menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih
para pejabat tinggi negara.
Umumnya yang berperan dalam pemilu
dan menjadi peserta pemilu adalah partai-partai politik. Partai politik yang
menyalurkan aspirasi rakyat dan mengajukan calon-calon untuk dipilih oleh
rakyat melalui pemilihan itu. Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem
pemilihan umum, akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu:
singel member constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil, biasanya
disebut sistem distrik). Multy member constituenty (satu daerah pemilihan
memilih beberapa wakil; biasanya dinamakan proporsional representation atau
sistem perwakilan berimbang).
B.
Rumusan
Masalah
Dalam
penulisan makalah ini dapat dirumuskan permasalahan dalam pertanyaan “Apa
sebenarnya Pemilihan Umum di Indonesia itu?”
Dari
rumusan permasalahan tersebut, penulis dapat menyimpulkan beberapa hal:
a. Apa
pengertian dari Pemilihan Umum?
b. Bagaiman
Sistem Pemilihan Umum?
c. Bagaimana
Pemilihan Umum di Indonesia?
d. Apa
tujuan dari Pemilihan Umum?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan
dari penulisan makalah ini sebagai berikut:
a. Untuk
mengetahui pengertian dari Pemilihan Umum.
b. Untuk
mengetahui bagaimana Sistem Pemilihan Umum.
c. Untuk
lebih mengetahui bagaimana Pemilihan Umum di Indonesia.
d. Untuk
lebih tujuan dari Pemilihan Umum.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pemilihan Umum
Salah satu wujud demokrasi adalah
dengan Pemilihan Umum. Dalam kata lain, Pemilu adalah pengejawantahan penting
dari “demokrasi prosedural”. Berkaitan dengan ini, Samuel P. Huntington dalam
Sahid gatara (2008: 207) menyebutkan bahwa prosedur utama demokrasi adalah
pemilihan para pemimpin secara kompetitif oleh rakyat yang bakal mereka pimpin.
Selain itu, Pemilu sangat sejalan dengan semangat demokrasi secara subtansi
atau “demokrasi subtansial”, yakni demokrasi dalam pengertian pemerintah yang
diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Artinya, rakyatlah
yang memegang kekuasaan tertinggi.
Berdasarkan uraian di atas, Pemilu
adalah lembaga sekaligus prosedur praktik politik untuk mewujudkan kedaulatan
rakyat yang memungkinkan terbentuknya sebuah pemerintahan perwakilan
(representative government). Secara sederhana, Pemilihan Umum didefinisikan
sebagai suatu cara atau sarana untuk menentukan orang-orang yang akan mewakili
rakyat dalam menjalankan pemerintahan.
B.
Sistem
Pemilihan Umum
Dalam
ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem Pemilihan Umum dengan berbagai
variasinya, akan tetapi pada umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu:
o Single-member
Constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil, biasanya disebut Sistem
Distrik)
o Multy-member
Constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; biasanya dinamakan
sistem perwakilan berimbang atau Sistem Proporsional).
3. Sistem
Distrik
|
Sistem
ini merupakan sistem pemilihan umum yang paling tua dan didasarkan atas
kesatuan geografis. Setiap kesatuan geografis (yang biasanya disebut distrik
karena kecilnya daerah yang diliputi) mempunyai satu wakil dalam dewan
perwakilan rakyat. Untuk keperluan itu, negara dibagi dalam sejumlah besar
distrik dan jumlah wakil rakyat dalam dewan perwakilan rakyat ditentukan oleh
jumlah distrik. Calon yang di dalam satu distrik memperoleh suara terbanyak
dikatakan pemenang, sedangkan suara-suara yang ditujukan kepada calon-calon
lain dianggap hilang dan tidak diperhitungkan lagi, bagaimanapun kecilnya
selisih kekalahannya.
a.
Keuntungan dan
Kelemahan Sistem Distrik
1)
Keuntungan Sistem
Distrik
·
Sistem ini lebih
mendorong ke arah integrasi partai-partai politik karena kursi yang
diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu. Hal ini akan mendorong
partai-partai untuk menyisihkan perbedaan-perbedaan yang ada dan mengadakan
kerja sama, sekurang-kurangnya menjelang pemilihan umum, antara lain melalui
stembus accord.
·
Fragmentasi partai dan
kecenderungan membentuk partai baru dapat dibendung; malahan sistem ini bisa
mendorong ke arah penyederhanaan partai secara alami dan tanpa paksaan.
·
Karena kecilnya
distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh komunitasnya, sehingga
hubungan denga konstituen lebih erat. Dengan demikian si wakil akan lebih
cenderung untuk memperjuangkan kepentingan distriknya.
·
Bagi partai besar
system ini menguntungkan karena melalui distortion effect dapat meraih suara
dari pemilih-pemilih lain, sehingga memperoleh kedudukan mayoritas. Dengan
demikian, sedikit banyak partai pemenang dapat mengendalikan parlemen.
·
Lebih mudah bagi suatu
partai untuk mencapai kedudukan mayoritas dalam parlemen, sehingga tidak perlu
diadakan koalisi dengan partai lain. hal ini mendukung stabilitas nasional.
·
Sistem ini sederhana
dan mudah untuk diselenggarakan.
2) Kelemahan
Sistem Distrik
·
System ini kurang
memperhatikan kepentingan partai-partai kecil dan golongan minoritas, apalagi
jika golongan-golongan ini terpencar dalam berbagai distrik.
·
Sistem ini kurang representatif
dalam arti bahwa partai yang calonnya kalah dalam suatu distrik kehilangan
suara yang telah mendukungnya. Hal ini berarti bahwa ada sejumlah suara yang
tidak diperhitungkan sama sekali, atau terbuang sia-sia. Dan jika banyak partai
mengadu kekuatan, maka jumlah suara yang hilang dapat mencapai jumlah yang
besar. Hal ini akan dianggap tidak adil terhadap partai dan golongan yang
dirugikan.
·
Sistem distrik dian ggap
kurang efektif dalam masyarakat yang plural karena terbagi dalam kelompok
etnis, religius, dan tribal, sehingga menimbulkan anggapan bahwa kebudayaan
nasional yang terpadu secara ideologis dan etnis mungkin merupakan prasyarat bagi
suksesnya sistem ini.
·
Ada kemungkinan si
wakil cenderung untuk lebih memperhatikan kepentingan distrik serta warga
distriknya, daripada kepentingan nasional.
2. Sistem
Perwakilan Berimbang atau Sistem proporsional
Sistem
ini dianut oleh Indonesia. Pemilu tidaklah langsung memilih calon yang
didukungnya, karena para calon ditentukan berdasarkan nomor urut calon-calon
dari masing-masing parpol atau organisasi social politik (orsospol). Para
pemilih adalah memilih tanda gambar atau lambing sustu orsospol. Perhitungan
suara untuk menentukan jumlah kursi raihan masing-m,asing orsospol, ditentukan
melalui pejumlahan suara secara nasional atau penjumlahan pada suatu daerah
(provinsi). Masing-masing daerah diberi jatah kursi berdasarkan jumlah penduduk
dan kepadatan penduduk di daerah yang bersagkutan.
Banyak
atau sedikitnya kursi yang diraih adalah ditentukan oleh jumlah suara yang
diraih masing-masing parpol atau orsospol peserta pemilihan umum. Calon
terpilih untuk menjadi wakil rakyat duitenukan berdasarkan nomor urut calon yang disusun guna mewakili
orsospol pada masing-masing daerah. Inilah yang disebut perhitungan suara
secara proporsional, bukan menurut distrik pemilihan (yang pada setiap distrik
hanya aka nada satu calon yang terpilih).
a.
Keuntungan dan
Kelemahan Sistem Proporsional
1) Keuntungan
sistem proporsional
·
Dianggap lebih
representative karena persentase perolehan suara setiap partai sesuai dengan
persentase perolehan kursinya di parlemen. Tidak ada distorsi antara perolehan
suara dan perolehan kursi.
·
Setiap suara dihitung
dan tidak ada yang hilang. Partai kecil dan golongan minoritas diberi
kesempatan untuk menempatkan wakilnya di parlemen. Karena itu masyarakat yang
heterogen dan pluralis lebih tertarik pada system ini.
2) Kelemahan
·
Kurang mendorong
partai-partai yang berintegrasi satu sama lain, malah sebaliknya cenderung
mempertajam perbedaan-perbedaan diantara mereka. Bertambahnya jumlah partai
dapat menghambat proses integrasi diantara berbagai golongan di masyarakat yang
sifatnya pluralis. Hal ini mempermudah fragmenrasi dan berdirinya partai baru
yang pluralis.
·
Wakil rakyat kurang
erat hubungannya dengan konstituennya, tetapi lebih erat dengan partainya
(termasuk dalam hal akuntabilitas). Peranan partai lebih menonjol daripada
kepribadian seorang wakil rakyat. Akibatnya, system ini member kedudukan kuat
kepada pimpinan partai untuk menentukan wakilnya di parlemen melaluin Stelsel
daftar (List System).
·
Banyaknya partai yang
bersaing mempersukar satu partai untuk mencapai mayoritas di parlemen. Dalam
system pemerintahan parlementer, hal ini mempersulit terbentuknya pemerintahan
yang stabil karena harus mendasarkan diri pada koalisi.
C.
Pemilihan
Umum di Indonesia
1. Asas-asas
Pemilihan Umum
Meskipun
Undang-Undang Politik tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dari Pemilu ke Pemilu
beberapa kali mengalami perubahan, perubahan itu ternyata tidak bersifat
mendasar. Secara umum, asas-asas dari Pemilu ke Pemilu di Indonesia dapat
digambarkan sebagai berikut.
a) Langsung,
yaitu rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara
langsung, sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.
b) Umum,
yaitu pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan sesuai dengan
undang-undang berhak mengikuti Pemilu. Pemilihan yang bersifat umum menjamin
kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi
berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan
dan status sosial.
c) Bebas,
yaitu setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa
tekanan dan paksaan dari pihak manapun. Di dalam melaksanakan haknya, setiap
warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai kehendak hati
nuarani dan kepentingannya.
d) Rahasia,
yaitu dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan
diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Pemilih memberikan
suaranya pada surat suara tanpa dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa
pun suaranya diberikan.
e) Jujur,
yaitu setiap penyelenggara Pemilu, aparat pemerintah, peserta Pemilu, pengawas
Pemilu, pemantau Pemilu, pemilih, serta semua pihak yang terkait harus bersikap
dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
f) Adil,
yaitu setiap pemilih dan peserta Pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta
bebas dari kecurangan pihak mana pun.
2. Pelaksanaan
Penyelenggaraan Pemilihan Umum
a. Pemilu
1995
Pemilihan
Umum Indonesia 1955
adalah pemilihan umum pertama di Indonesia dan diadakan pada tahun 1955. Pemilu
ini sering dikatakan sebagai pemilu Indonesia yang paling demokratis.
Pemilu tahun 1955 ini dilaksanakan
saat keamanan negara masih kurang kondusif; beberapa daerah dirundung kekacauan
oleh DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) khususnya pimpinan
Kartosuwiryo. Dalam keadaan seperti ini, anggota angkatan bersenjata dan polisi
juga memilih. Mereka yang bertugas di daerah rawan digilir datang ke tempat
pemilihan. Pemilu akhirnya pun berlangsung aman.
Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Jumlah kursi DPR yang
diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi Konstituante berjumlah 520 (dua
kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat
pemerintah.
Pemilu ini dipersiapkan di bawah
pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo
mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, kepala pemerintahan telah
dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.
b. Pemilu
Orde Baru
1) Pemilu
1971
Pemilihan
Umum pertama sejak orde baru atau Pemilu kedua sejak Indonesia merdeka, yakni
Pemilu 1971 diikuti oleh 10 Organisasi Peserta Pemilu (OPP), yakni 9 partai
politik dan satu Golongan Karya. Undang-undang yang menjadi landasan hukumnya
adalah UU No. 15 tahun 1969 tentang Pemilihan Umum dan UU No. 16 tahun 1969
tentang Susunan dan Kedudukan PR, DPR dan DPRD.
2) Pemilu
1977
Pemilu
1977 diselenggarkan dengan berlandaskan pada Undang-Undang No. 4 tahun1975
tentang Pemilihan Umum pengganti UU No. 15 tahun 1969, dan UU No. 5 tahun 1975
pengganti UU No. 16 tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan PR, DPR dan DPRD.
Selain kedua UU tersebut, Pemilu 1977 juga menggunakan UU No. 3 tahun 1975
tentangv Partai Politik dan Golongan karya. Berdasarkan ketiga UU itulah
diselenggarakan Pemilihan Umum pada tanggal 3 Mei 1977 dengan diikuti oleh 3
Organisasi Peserta Pemilu (OPP), yakni dua Partai Politik dan satu Golongan
Karya.
3) Pemilu
1982
Dengan
UU No. 2 tahun 1980 pengganti UU No. 4 tahun 1975 tentang Pemilihan Umum,
Indonesia kembali menyelenggarakan Pemilihan Umumnya yang keempat pada tanggal
4 Mei 1982.
4) Pemilu
1987
Dengan
UU No. 1 tahun 1985 penggantinUU No. 2 tahun 1980, Indonesia menyelenggarakan
Pemilihan Umum yang kelima tahun 1987. Pemungutan suara Pemilu 1987 secara
serentak dilaksanakan pada tanggal 23 April 1987.
5) Pemilu
1992
Mengingat
UU No. 1 yahun 1985 ini dianggap masih sesuai dengan perkebangan politik Orde
Baru, tahun 1992 diselenggarakan Pemilu keenam di Indonesia berdasarkan paying
hokum yang sama dengan paying hokum Pemilu sebelumnya. Pemungutan suara
diselenggarakan secara serentak pada tanggal 9 Juni 1992.
6) Pemilu
1997
Dengan
paying hokum (undang-undang Pemilu) yang sama dengan Pemilun sebelumnya,
Indonesia kembalinmenyelenggarakan Pemilu yang ketujuh.
c. Pemilu
Era Reformasi
Pasca
jatuhnya pemerintahan Orde Baru tahun, 21 Mei 1998, rakyat Indonesia telah
menyelenggarkan tiga kali Pemilu, yakni Pemilu 1999, Pemilu 2004 dan Pemilu
2009.
1)
Pemilu 1999
Pemilihan
Umum 1999 ditujukan untuk memilih anggota DPR dan DPRD. Pemungutan suaranya
dilaksanakan pada taggal 7 Juni 1999. Pemilu ini diikuti oleh 48 Partai dengan
berlandaskan UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik dan Ubdang-Undang No. 3
tahun 1999 tentang Pemilihan Umum. Pemilu 1999 ini disebut oleh banyak kalangan
sebagai Pemilu paling Demokratis setelah Pemilu 1955. Cara pembagian kursi
hasil Pemilu kali ini tetap menggunakan system proporsional dengan mengikuti
Varian Roget. Dalam system ini, sebuah partai memperoleh kursi seimbang dengan
suara yang diperolehnya di daerah pemilihan, termasuk perolehan kursi
berdasarkan the largest remainder.
2)
Pemilu 2004
Pemilu
ini berbeda dengan pemilu sebelumnya, termasuk Pemilu 1999. Hal ini dikarenakan
selain demokratis dan bertujuan memilih anggota DPR dan DORD, Pemilu 2004 juga
memilih Dewan Perwakilan daerah (DPD) dan memilih Presiden dan Wakil Presiden
tidak dilakukan secara terpisah. Pada Pemilu ini, yang terpilih adalah pasangan
calon (pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden). Bukan calon Presiden dan
calon Wakil Presiden secara terpisah.
Pemilu ini
dibagi menjadi maksimal tiga tahapan:
a) Tahap
pertama atau Pemilu Legislatif, Pemilu 2004 diikuti oleh 24 Partai politik dan
dilaksanakan pada tanggal 5 April 2004. Pemilu ini bertujuan untuk memilih
Partai Politik (sebagai persyaratan Pemilu Presiden) dan anggotanya untuk
dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD dan DPD.
b) Tahap
kedua atau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden putaran pertama adalah untuk
memilih pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden secara langsung. Tahap kedua
ini dilaksanakan pada tanggal 5 Juli 2004.
c) Tahap
ketiga atau Pemilu Presidan dan Wakil Presiden tahap puturan kedua adalah babak
terakir yang dilaksanakan hanya apabila pada tahap kedua, belum ada pasangan
calon yang mendapatkan suara lebih dari 50% (bila keadaannya demikian, dua
pasangan calon yang mendapatkan suara terbanyak akan diikutsertakan pada Pemilu
Presiden putaran kedua. Akan tetapi apabila pada Pemilu Presiden putaran
pertama sudah ada pasangan calon yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen,
pasangan calon tersebut akan langsung diangkat menjadi Presiden dan Wakil
Presiden. Tahap ketiga ini dilaksanakan pada taggal 20 September 2004.
3)
Pemilu 2009
Sama
halnya dengan Pemilihan Umum 2004, Pemilihan Umum 2009 juga dibagi menjadi tiga
tahapan.
a) Tahap
pertama merupakan Pemilihan Umum yang ditujuan untuk memilih anggota DPR, DPD
dan DPRD, atau biasa disebut Pemilu Legislatif 2009. Pemilu ini diikuti oleh 38
partai yang memenuhi criteria untuk ikut serta dalam Pemilihan Umum 2009. Pemilu
ini diselenggarakan secara serentak di hamper seluruh wilayah Indonesia pada
Tanggal 9 April 2009, yang seharusnya dijadwalkan berlangsung tanggal 5 April
2009.
b) Tahap
kedua atau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden putaran pertama adalah untuk
memilih pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden secara langsung. Tahap kedua
ini dilaksanakan pada tanggal 8 Juli 2009.
c) Tahap
ketiga atau Pemilu Presidan dan Wakil Presiden tahap puturan kedua adalah babak
terakir yang dilaksanakan hanya apabila pada tahap kedua, belum ada pasangan
calon yang mendapatkan suara lebih dari 50% (bila keadaannya demikian, dua
pasangan calon yang mendapatkan suara terbanyak akan diikutsertakan pada Pemilu
Presiden putaran kedua. Akan tetapi apabila pada Pemilu Presiden putaran
pertama sudah ada pasangan calon yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen,
pasangan calon tersebut akan langsung diangkat menjadi Presiden dan Wakil
Presiden. Tahap ketiga ini dilaksanakan pada taggal 8 September 2009.
3. Tujuan
Pemilihan Umum
Tujuan
diselenggarkannya Pemilihan Umum adalah untuk memilih wakil rakyat dan wakil
daerah untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh
dukungan dari rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional.
BAB
III
PENUTUP
Pemilihan
umum telah dianggap menjadi ukuran demokrasi karena rakyat dapat berpartisipasi
menentukan sikapnya terhadap pemerintahan dan negaranya. Pemilihan umum adalah
suatu hal yang penting dalam kehidupan kenegaraan.
Dalam
ilmu politik sendiri dikenal bermacam-macam sistem Pemilihan Umum dengan
berbagai variasinya, akan tetapi pada umumnya berkisar pada dua prinsip pokok,
yaitu:
o Single-member
Constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil, biasanya disebut Sistem
Distrik)
o Multy-member
Constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; biasanya dinamakan
sistem perwakilan berimbang atau Sistem Proporsional).
Dan
Indonesia sendiri menganut sistem pemilihan umum multy member constituency.
13
|
DAFTAR PUSTAKA
Gatara,
Sahid. Ilmu Politik Memahami dan Menerapkan, Bandung: CV. Pustaka Setia. 2008
http/www.google.com/pemilihan umum/
No comments:
Post a Comment